Skor mencolok, 5-0, menjadi penutup dari laga final Liga Champions 2024-2025 yang mempertemukan PSG dan Inter Milan di Allianz Arena, Muenchen, pada Sabtu (31/5/2025) atau Minggu dini hari WIB.
Berkat gol-gol yang diciptakan oleh Achraf Hakimi (12'), Desire Doue (20', 63'), Khvicha Kvaratskhelia (73'), dan Senny Mayulu (86'), PSG sukses mengamankan gelar Liga Champions pertama mereka, sekaligus membobol gawang Inter Milan.
Sebelumnya, sepanjang sejarah Liga Champions, belum pernah ada tim yang mampu memenangkan pertandingan final dengan selisih lima gol.
Salah satu rekor yang berhasil dipecahkan oleh PSG adalah kemenangan 4-0 yang pernah diraih oleh AC Milan di bawah arahan Arrigo Sacchi saat melawan Steaua Bucharest pada final Piala Champions 1989.
"Ini adalah kemenangan bagi sepak bola itu sendiri," ujar Arrigo Sacchi dalam kolom terbarunya di La Gazzetta dello Sport, memberikan penilaian terhadap kemenangan telak PSG atas Inter Milan.
"Bukan hanya tentang satu pemain, melainkan tentang permainan yang diinterpretasikan sebagai sebuah organisasi, sebagai manuver yang harmonis, sebagai upaya mencari keindahan melalui kecepatan, dribel, umpan, dan kombinasi satu-dua."
"PSG benar-benar mendominasi di setiap lini, dan Inter tidak memiliki pilihan lain selain memberikan apresiasi dan mengakui keunggulan lawan," tulis Sacchi, yang pernah mengantarkan AC Milan meraih gelar juara Piala Champions pada tahun 1989 dan 1990.
Selanjutnya, Sacchi memberikan kritiknya terhadap performa Inter Milan yang melakoni final ketujuh mereka di panggung Liga Champions.
Menurut Sacchi, Inter Milan asuhan Simone Inzaghi tampak kehilangan arah ketika terus-menerus ditekan oleh PSG yang dilatih oleh Luis Enrique.
"Hasil akhir ini memang sangat mencolok, mengingat belum pernah ada final Liga Champions yang berakhir dengan selisih lima gol."
"Namun, hal ini bisa saja terjadi ketika satu tim (PSG) tahu dengan pasti apa yang harus mereka lakukan, sementara tim lainnya (Inter) terlihat ketakutan dan tidak tahu bagaimana harus bertindak," ungkap pelatih legendaris asal Italia tersebut.
Kemenangan telak PSG atas Inter, menurut Sacchi, menjadi contoh terbaik yang menggambarkan bahwa sepak bola adalah permainan yang mengutamakan kolektivitas.
Tekanan terstruktur yang diterapkan oleh PSG terbukti sangat menyulitkan Inter Milan dalam membangun serangan dari lini belakang.
"Terlalu banyak kelengahan yang dilakukan untuk ukuran tim yang bermain di final Liga Champions. Harus saya akui, dengan karakter seperti ini, PSG asuhan Luis Enrique membuktikan bahwa kolektivitas jauh lebih penting daripada individu," kata Arrigo Sacchi, yang dikutip Liputanku dari La Gazzetta dello Sport.
Justru PSG mampu mewujudkan kolektivitas yang selama ini mereka impikan setelah kehilangan megabintang mereka, Kylian Mbappe, yang sejak musim panas 2024 lalu bermain untuk Real Madrid.
"Saya tidak tahu apa yang dirasakan Mbappe saat ini. Saya tidak bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi, karena hal seperti ini hanya bisa dipahami jika dialami secara langsung."
"Namun, saya berani mengatakan bahwa perbedaan ‘kekuatan fisik’, seperti yang sering dikatakan, memang sangat menentukan," ujarnya.
Dari yang sebelumnya berpeluang meraih treble, pada akhirnya Inter harus mengakhiri musim 2024-2025 tanpa meraih satu gelar pun.
"Saya tidak tahu pasti apa yang tidak berjalan dengan baik. Namun, jika melihat performa Inter dalam beberapa waktu terakhir, mereka kalah di semifinal Coppa Italia, kehilangan Scudetto padahal sempat unggul atas Napoli, dan dihancurkan di final Liga Champions."
"Nol gelar. Memang tidak perlu dibesar-besarkan hingga menjadi sebuah tragedi, karena pencapaian positif yang telah mereka tunjukkan sepanjang musim tetap patut diapresiasi."
"Meskipun demikian, penting juga untuk mengevaluasi kesalahan-kesalahan yang telah terjadi. Inter mencapai garis akhir dalam kondisi kelelahan," ucap Sacchi, mencoba memberikan analisis.