iPad & Macbook Disita, Tom Lembong Buat Pleidoi Manual

Admin

11/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, mengungkapkan kekecewaannya atas penyitaan iPad dan Macbook miliknya. Perangkat tersebut disita selama masa penahanannya sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tom Lembong merasa keberatan karena ia berencana menggunakan perangkat tersebut untuk menyusun pleidoi.

“Kami merasa keberatan dengan tindakan ini karena dasar hukum dan kewenangannya tidak jelas. Penyidik seharusnya memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan, namun tahap penyidikan sudah selesai. Sekarang, penuntut meminta hakim untuk menyita. Hakim pun merasa bingung, atas dasar apa penyitaan ini dilakukan? Bukankah wewenang tersebut seharusnya ada pada pejabat Rutan?” ujar Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, seperti dikutip pada Selasa (3/6/2025).

Menyusul kondisi ini, Tom Lembong berencana untuk membuat pleidoi secara manual, dengan tulisan tangan. Ia menyatakan bahwa tumpukan kertas telah disiapkan untuknya.

“Saya menerima kiriman kertas yang sangat banyak dan beberapa pulpen. Untuk saat ini, semua harus dilakukan dengan tulis tangan. Komunikasi pun demikian, seperti dulu, kami menggunakan surat dan catatan. Saya sudah terbiasa dengan hal ini, tidak masalah. Namun, pertanyaan saya adalah, cara apa yang paling optimal untuk mengungkapkan kebenaran dan menegakkan keadilan? Hanya itu saja,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan penjelasan mengenai alasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyita iPad dan Macbook milik Tom Lembong, terdakwa dalam kasus korupsi impor gula Kementerian Perdagangan (Kemendag).

“Kami ingin menyampaikan bahwa JPU menilai ada informasi penting yang tersimpan dalam kedua perangkat elektronik tersebut. Oleh karena itu, JPU merasa perlu untuk meminta persetujuan penyitaan kepada pengadilan,” jelas Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Jumat (23/5/2025).

Pengajuan kepada majelis hakim ini dilakukan oleh JPU karena proses hukum Tom Lembong telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

“Mengapa demikian? Karena JPU melihat bahwa perlengkapan elektronik ini berpotensi masuk ke kamar tahanan, yang sementara ini dilarang. Perangkat elektronik diperbolehkan, tetapi harus bersifat statis dan berada di luar kamar tahanan. Ini justru bisa masuk ke dalam,” terangnya.

“Oleh karena itu, sesuai dengan keterangan JPU kemarin, diduga ada keterkaitan dengan perkara ini, sehingga dilakukan permohonan penyitaan. Jika pengadilan menyetujui, JPU akan membaca, mendalami, dan mengkaji berbagai informasi yang terdapat di dalam perangkat elektronik tersebut,” lanjutnya.

Meskipun pihak kuasa hukum berpendapat bahwa perangkat elektronik tersebut dibutuhkan Tom Lembong untuk menyusun pembelaannya, Kejagung tetap berpegang pada aturan yang melarang keberadaan alat-alat elektronik di dalam kamar tahanan.

“Di kamar tahanan, diperbolehkan ada TV, tetapi harus berada di luar dan bersifat statis. Kami masih menyelidiki dari mana perangkat tersebut berasal dan mengapa bisa masuk,” tegas Harli.

Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan pada rapat koordinasi antar kementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 tersebut diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah yang akan diolah menjadi gula kristal putih. Padahal, Tom Lembong mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka merupakan perusahaan gula rafinasi.

Selain itu, Tom Lembong juga dituduh tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.