Hoaks Galon Le Minerale: Persaingan Bisnis di Balik Isu?

Admin

17/06/2025

4
Min Read

On This Post

Isu Galon Palsu Le Minerale Dilabeli Hoaks, Pakar: Motif Persaingan Bisnis

Desas-desus mengenai keberadaan galon palsu Le Minerale yang sempat menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial, dipastikan sebagai berita bohong (hoaks) dan merupakan bagian dari disinformasi yang sengaja disebarkan kepada publik. Klarifikasi tegas telah disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui situs web resminya, yang secara eksplisit menyatakan informasi tersebut sebagai hoaks yang menyesatkan.

Pernyataan ini diperkuat oleh konfirmasi resmi dari pihak kepolisian. Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, Komisaris Polisi Onkoseno Grandiarso Sukahar, menjelaskan bahwa kasus penjualan air minum yang tidak memenuhi standar konsumsi dalam kemasan galon bekas berbagai merek terkenal di Bekasi beberapa waktu lalu, merupakan indikasi pelanggaran izin usaha yang dilakukan oleh tersangka dengan inisial SST (41), yang tidak memiliki izin resmi untuk usaha air minum isi ulang.

"Kasus ini berawal dari dugaan pelanggaran izin usaha oleh seorang oknum yang tidak memiliki izin yang sah untuk menjalankan usaha air minum isi ulang," ungkap Onkoseno, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/6/2025).

Berdasarkan pemeriksaan barang bukti di lokasi kejadian, tidak ditemukan adanya indikasi produksi galon, segel, ataupun tutup galon Le Minerale yang menyerupai produk aslinya. Onkoseno menambahkan bahwa tutup galon yang digunakan adalah tutup bekas pakai dan secara visual berbeda dengan tutup galon yang baru.

"Cincin pengaman pada tutup galon juga terlihat sudah terbuka, menunjukkan bahwa galon tersebut sudah pernah digunakan," imbuh Onkoseno.

Pakar Menduga Adanya Black Campaign dengan Motif Persaingan Bisnis

Koordinator Riset Satgas Anti Hoaks Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara, Algooth Putranto, mengamati adanya pola koordinasi yang terstruktur dalam penyebaran hoaks ini, yang mengindikasikan adanya dugaan black campaign yang menargetkan Le Minerale. Lebih jauh, kampanye negatif ini telah menyebar luas di berbagai platform media sosial.

"Motif di balik penyebaran hoaks ini kemungkinan besar adalah persaingan bisnis yang ketat di antara para pelaku usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)," jelas Algooth.

Menurut pengajar senior ilmu komunikasi tersebut, terdapat banyak unggahan di Instagram, TikTok, dan X yang tampak seragam dalam membangun opini mengenai hoaks galon palsu Le Minerale yang disebut-sebut telah beredar di wilayah Bekasi selama dua tahun terakhir. Algooth menegaskan bahwa koordinasi ini melibatkan ratusan akun media sosial yang aktif selama berhari-hari tanpa henti.

Padahal, menurut Algooth, jika merujuk pada penjelasan resmi dari pihak kepolisian, yang terjadi sebenarnya adalah dugaan penyalahgunaan izin usaha oleh seorang pemilik depot air minum. Selain itu, dari barang bukti yang disita oleh polisi di lokasi usaha tersangka, ditemukan tutup galon bekas dari Le Minerale dan Aqua.

"Barang bukti dalam kasus ini mencakup galon dan segel dari sejumlah merek AMDK ternama, namun yang menjadi fokus perbincangan oleh kelompok buzzer hanya Le Minerale. Bukankah ini terasa janggal?," tanya Algooth.

"Tampaknya memang ada pihak yang sengaja menggerakkan semua ini dengan tujuan untuk merusak reputasi Le Minerale," lanjutnya.

Di sisi lain, Algooth juga menyoroti ‘keseragaman’ berita yang cenderung menyudutkan Le Minerale. Berdasarkan analisis semiotika terhadap berita yang beredar, Algooth menilai bahwa hal ini ‘mencurigakan’ karena konten berita yang disampaikan relatif sama.

Opini Algooth diperkuat oleh pengamat hukum dan perlindungan konsumen, Fendy Ariyanto. Menurut Fendy, aspek hukum utama dalam kasus ini adalah dugaan penyimpangan perizinan usaha dan dugaan pelanggaran standar keamanan produk air minum curah yang dihasilkan oleh usaha depot air.

"Pasal yang diterapkan oleh kepolisian mengacu pada perlindungan konsumen dan keamanan pangan, bukan pada pelanggaran merek. Jadi, kasus ini merupakan dugaan pelanggaran perizinan berusaha yang, jika terbukti, pelaku dapat dikenai sanksi pidana karena telah menyesatkan konsumen," tegas Fendy.

Dalam konferensi pers sebelumnya (23/5), pihak berwajib telah menetapkan SST sebagai tersangka dengan jeratan hukum berlapis. Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, dan e jo Pasal 62 ayat (1) UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 140 jo Pasal 86 ayat (2) UU No. 18/2012 tentang Pangan.