Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bidang Hukum, Pertahanan, dan Keamanan, Rifyan Ridwan Saleh, menyampaikan pandangannya terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurutnya, IUP tersebut jelas melanggar ketentuan undang-undang serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dasar argumennya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.
"Pasal 23 ayat 2 dari regulasi ini secara eksplisit menyatakan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil beserta perairan sekitarnya harus diprioritaskan untuk berbagai kepentingan, termasuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, riset dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan yang berkelanjutan, pertanian organik dan peternakan, serta pertahanan dan keamanan negara," ungkap Rifyan kepada awak media pada hari Senin (9/6/2025).
Rifyan menambahkan, bahwa di luar tujuan-tujuan tersebut, pemenuhan syarat pengelolaan lingkungan menjadi sebuah keharusan. Hal ini meliputi perhatian terhadap kemampuan dan kelestarian lingkungan, sistem tata air setempat, serta penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
"Menurut hemat saya, ketegasan dari Menteri ESDM sangat diperlukan. Segala aktivitas yang bertentangan dengan undang-undang, khususnya yang terjadi di Raja Ampat saat ini, harus dihentikan secara permanen," tegas Rifyan.
Dia menjelaskan bahwa undang-undang secara gamblang mendefinisikan pulau kecil sebagai pulau dengan luas yang tidak melebihi atau sama dengan 2.000 km persegi, beserta seluruh kesatuan ekosistemnya. Dalam konteks ini, Pulau Gag, yang merupakan bagian dari gugusan pulau Raja Ampat dan menjadi lokasi pertambangan, hanya memiliki luas sekitar 7.000 hektare atau setara dengan 77,27 km persegi.
"Oleh karena itu, pulau tersebut termasuk dalam kategori pulau-pulau kecil. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, aktivitas pertambangan di pulau tersebut seharusnya tidak diperbolehkan," tandas Rifyan.
Lebih lanjut, Rifyan menyoroti bahwa aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil juga telah dilarang melalui Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023. Ia juga menyampaikan bahwa kegiatan pertambangan di Raja Ampat turut melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
"Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi yang mengedepankan kebersamaan, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan, wawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional," paparnya.
Rifyan berpendapat bahwa aktivitas pertambangan di Raja Ampat tidak mencerminkan wawasan lingkungan dan semata-mata ditujukan untuk kepentingan produksi nikel. Ironisnya, menurutnya, hal ini dilakukan dengan mengorbankan kelestarian lingkungan, bahkan berdampak negatif pada masyarakat adat di wilayah yang terkena dampak pertambangan.
Rifyan menyatakan dukungannya yang penuh terhadap upaya penertiban aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Ia mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, untuk mengambil tanggung jawab dan menerapkan langkah-langkah tegas.
Ia juga menyarankan agar pemerintah tidak hanya menghentikan sementara aktivitas pertambangan di Raja Ampat, melainkan secara permanen. "Karena pelanggaran hukumnya sudah sangat jelas," imbuh Rifyan.
"Terlebih lagi, Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 secara tegas menyatakan bahwa menteri memiliki wewenang untuk menerbitkan dan mencabut izin pemanfaatan pulau-pulau kecil apabila kegiatan tersebut menimbulkan dampak signifikan terhadap perubahan lingkungan," sambung Rifyan.
Rifyan juga mengindikasikan bahwa penerbitan izin pertambangan di Raja Ampat, yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang, mengarah pada dugaan adanya praktik korupsi.
"Apabila peraturan perundang-undangan dan putusan MK sudah jelas, tetapi izin pertambangan tetap dikeluarkan, maka saya menduga kuat bahwa ada praktik kongkalikong antara pihak pemberi izin, yaitu pemerintah pusat, dengan perusahaan tambang," tegas Rifyan.