Pemerintah secara resmi mengumumkan pencabutan izin operasi untuk empat perusahaan tambang yang sebelumnya beraktivitas di wilayah Raja Ampat. Dengan keputusan ini, hanya satu perusahaan yang masih diberikan izin untuk melanjutkan kegiatan penambangannya.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, tindakan ini merupakan tindak lanjut dari arahan yang disampaikan oleh Mensesneg, dan berakar pada upaya yang telah dimulai sejak Januari berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tentang satuan tugas penataan dan penertiban lahan, termasuk sektor pertambangan.
“Kami selalu proaktif dalam menanggapi perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat dan juga di Liputanku. Kami menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang aktif memberikan perhatian pada wilayah wisata Raja Ampat. Pada hari Rabu malam, saya berkoordinasi dengan Bapak Seskab untuk mendalami isu ini dengan cepat, dan atas arahan presiden pada hari Kamis, kami segera melakukan penghentian sementara produksi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi,” jelas Bahlil, saat memberikan keterangan di Istana Negara, Jakarta, pada hari Selasa (10/6/2025).
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa dari lima IUP yang beroperasi, hanya PT GAG Nikel yang memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sesuai. Perusahaan lainnya tidak memiliki RKAB yang valid.
“Kami langsung menghentikan kegiatan mereka dan meninjau lokasi sesuai perintah Presiden. Kami ingin bertindak proaktif. Pada hari Jumat, kami berangkat ke Pulau Gag, ke Sorong, dan Raja Ampat. Saya melakukan kunjungan tersebut bersama dengan Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat. Tujuan kami adalah untuk memahami kondisi sebenarnya di lapangan. Jadi, apa yang terlihat di Liputanku seolah-olah Piaynemo, sebagai pusat wisata Raja Ampat, telah mengalami kerusakan lingkungan, perlu diklarifikasi. Ada lima PT yang terlibat: Nurham, ASP Kawei, Mulia Perkasa, dan Gag Nikel,” papar Bahlil.
Bahlil kembali menjelaskan bahwa PT Gag Nikel beroperasi berdasarkan Kontrak Karya, dengan total luas lahan yang dikuasai oleh kelima perusahaan di Pulau Gag mencapai 13.136 hektare. Saat ini, hanya perusahaan yang memiliki RKAB yang diberikan izin, yaitu PT Gag Nikel.
“PT Gag Nikel memiliki sejarah panjang, dimulai dengan eksplorasi pada tahun 1972, kemudian mendapatkan Kontrak Karya pada tahun 1998. Eksplorasi dilanjutkan pada tahun 2006-2008, dan produksi baru dimulai pada tahun 2018. Saya juga menyampaikan hasil kunjungan kami bahwa Pulau Piaynemo aman. Saya turun langsung ke lapangan, menemui 700 orang masyarakat Pulau Gag dan 300 kepala keluarga. Produksi mereka mencapai 3 juta ton. Jadi, tuduhan bahwa terumbu karang dan laut telah tercemar dapat dilihat sendiri. Dari 13 ribu hektare, hanya 260 hektare yang dibuka, dan sudah dilakukan reklamasi seluas 120 hektare. Sebanyak 54 hektare telah dikembalikan ke negara, dan saat ini ada 130 hektare yang sedang diproduksi, yang nantinya juga akan direklamasi,” jelas Bahlil sambil menunjukkan video dari ponselnya.
Bahlil menambahkan, “Jadi, tidak objektif jika ada gambar lain yang kurang sesuai. Pemerintah juga melakukan rapat dengan Gubernur dan Bupati di Sorong.”
“Mereka meminta untuk mempertimbangkan kembali keberadaan 4 IUP yang masuk kawasan Geopark. Dari 5 IUP tersebut, satu dikeluarkan oleh pemerintah pusat, yaitu kontrak karya. Sisanya dikeluarkan pada tahun 2004 dan 2006, yang secara hukum izinnya berada di tangan daerah, dalam hal ini bupati dan gubernur. Kami tidak ingin menyalahkan siapa pun,” ujarnya.
“Jarak dari Pulau Gag ke Piaynemo adalah 40 km, dan Piaynemo bukan bagian dari kawasan Geopark. Setelah kembali pada Sabtu malam, saya berkoordinasi dengan Bapak Seskab dan Sesneg. Kami melaporkan kepada presiden. Kami mengadakan Rapat Terbatas kemarin, dan kami menyampaikan penghentian seluruh aktivitas agar data yang ada komprehensif. Kemudian, dalam Rapat Terbatas, Kementerian Lingkungan Hidup juga menyampaikan bahwa dalam implementasinya, 4 perusahaan tersebut melakukan pelanggaran terkait lingkungan. Dengan mempertimbangkan temuan di lapangan dan masukan dari gubernur yang menginginkan daerahnya maju,” kata Bahlil.
Bahlil menegaskan bahwa Presiden akhirnya memutuskan, setelah mempertimbangkan secara komprehensif, bahwa 4 IUP di luar Pulau Gag dicabut. Ia kemudian mengambil langkah-langkah teknis untuk melakukan pencabutan tersebut. Per hari ini, pemerintah telah mencabut 4 IUP di Raja Ampat.
Berikut adalah profil singkat dari 4 perusahaan tambang di Raja Ampat yang izinnya dicabut:
1. PT Anugerah Surya Pratama
PT Anugerah Surya Pratama (ASP) adalah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Pulau Manuran, Kabupaten Raja Ampat. Perusahaan ini berstatus penanaman modal asing (PMA) dan merupakan anak usaha dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang terafiliasi dengan grup tambang asal China, Vansun Group.
2. PT Kawei Sejahtera Mining PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) adalah perusahaan pertambangan bijih nikel yang didirikan pada Agustus 2023. Perusahaan ini memiliki izin usaha pertambangan (IUP) berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat Nomor 210 Tahun 2013 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT Kawei Sejahtera Mining.
IUP tersebut diberikan pada 30 Desember 2013 dan berlaku selama 20 tahun dengan luas area yang diizinkan mencapai 5.922 Ha. Berdasarkan catatan KLH, KSM memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan telah melakukan kegiatan pembukaan lahan pada tahun 2023 serta operasional penambangan bijih nikel pada tahun 2024.
3. PT Mulia Raymond Perkasa PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) memiliki IUP dengan luas konsesi sekitar 2.194 Ha yang mencakup Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan. KLH mencatat bahwa MRP tidak memiliki PPKH.
Perusahaan memulai kegiatan eksplorasi pada tanggal 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele, Kabupaten Raja Ampat, dengan menggunakan 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel. Saat verifikasi lapangan, hanya ditemukan area camp pekerja eksplorasi di area MRP.
4. PT Nurham PT Nurham adalah perusahaan pertambangan nikel yang tercatat beroperasi di Kabupaten Raja Ampat. Namun, hingga saat ini, tidak ada informasi publik yang menyatakan bahwa PT Nurham aktif memproduksi nikel.
PT Nurham terdaftar dalam sistem pengadaan elektronik Pemerintah Provinsi Papua, tetapi detail mengenai jumlah paket yang dimenangkan atau nilai kontrak tidak tersedia secara publik.
Simak Video: Pemerintah Cabut Izin 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat Papua
.