Izin Tambang Raja Ampat Dicabut karena Cemari Lingkungan

Admin

22/06/2025

2
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengumumkan adanya pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh empat perusahaan pertambangan di Raja Ampat, Papua.

Bahlil mengetahui pelanggaran tersebut setelah melakukan peninjauan langsung ke lokasi pertambangan di Raja Ampat, didampingi oleh pemerintah daerah setempat.

"Ditemukan beberapa pelanggaran terkait lingkungan. Temuan di lapangan serta masukan dari gubernur dan bupati menjadi pertimbangan utama. Mereka menginginkan kemajuan bagi daerah mereka," kata Bahlil dalam konferensi pers yang diadakan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Selasa (10/6/2025).

Pencabutan izin usaha pertambangan ini juga selaras dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas yang diadakan pada hari Senin (9/6/2025).

"Menanggapi harapan tersebut, Bapak Presiden memutuskan, dengan mempertimbangkan seluruh aspek, untuk mencabut izin 4 perusahaan yang beroperasi di luar Pulau Gag," jelasnya.

Bahlil menegaskan bahwa pemerintah secara resmi mencabut izin keempat perusahaan tersebut mulai hari ini.

"Saya segera mengambil langkah-langkah teknis bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melaksanakan pencabutan izin. Pemerintah telah resmi mencabut izin 4 perusahaan di Raja Ampat, efektif mulai hari ini," tuturnya.

Sebelumnya, aktivitas pertambangan di Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag, telah menjadi perhatian publik yang signifikan.

Sejumlah pihak menyatakan penolakan terhadap kegiatan pertambangan di Pulau Gag karena kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan ekosistem alam di wilayah Papua.

Kritik dan sorotan datang dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat, aktivis, ahli, hingga beberapa anggota DPR RI.

Greenpeace Indonesia mendesak agar izin tambang di Raja Ampat segera dicabut, bukan hanya sekadar memanggil para pelaku pertambangan.

“Ini tentu langkah yang positif, namun tindakan yang lebih konkret diperlukan, seperti pencabutan izin-izin tambang nikel di wilayah tersebut,” ungkap Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, saat dihubungi pada hari Kamis (5/6/2025).

Berdasarkan pengamatan Liputanku Indonesia, hilirisasi nikel telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang meluas.

“Industrialisasi nikel yang semakin masif, seiring dengan meningkatnya permintaan mobil listrik, telah menyebabkan kerusakan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai wilayah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” jelas Iqbal.