Legalisasi Judi Jakarta Era Ali Sadikin: Kontroversi & Dampaknya

Admin

07/06/2025

5
Min Read

Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966-1977), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah mengambil langkah melegalkan aktivitas perjudian. Kebijakan ini, yang tentu saja menuai pro dan kontra, diambil dengan tujuan meningkatkan pendapatan daerah melalui retribusi dan pajak dari sektor perjudian.

Seperti yang dilansir dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI) Kemendikbud pada hari Jumat (30/5/2025), Ali Sadikin sebelum menjabat sebagai gubernur, merupakan mantan Deputi II Panglima Angkatan Laut. Beliau sempat mendapatkan kepercayaan dari Presiden Sukarno untuk mengemban amanah sebagai Menteri Perhubungan Laut, kemudian berlanjut menjadi Menteri Koordinator Urusan-urusan Maritim.

Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri, Sukarno kembali memberikan kepercayaan kepada Ali Sadikin untuk menduduki posisi Gubernur DKI Jakarta. Sejak saat itu, Ali Sadikin menjadi tokoh sentral di Jakarta selama dua periode berturut-turut, dari tahun 1966 hingga 1977.

Latar belakang Ali Sadikin sebagai anggota KKO AL dianggap sangat relevan untuk memimpin Jakarta. Pengalamannya di bidang kelautan dan pelabuhan dinilai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Jakarta sebagai kota pelabuhan yang strategis.

Namun, sangat disayangkan, Ali Sadikin memulai masa jabatannya sebagai gubernur dalam situasi yang kurang menguntungkan, terutama dari segi finansial. Pada saat itu, anggaran belanja DKI Jakarta sangat terbatas, hanya sekitar Rp 66 juta, yang sebagian besar dialokasikan untuk pengeluaran rutin.

Guna mengatasi permasalahan ini, Ali Sadikin tidak hanya mengambil langkah-langkah agresif untuk meningkatkan penerimaan dari berbagai jenis pajak, tetapi juga berani mengambil kebijakan kontroversial dengan melegalkan perjudian. Dengan cara ini, beliau berharap dapat memperoleh tambahan pendapatan dari sektor hiburan judi, meskipun langkah ini menuai banyak penentangan.

Pada saat itu, Ali Sadikin menjelaskan bahwa legalisasi perjudian merupakan tindakan yang diambil dalam kondisi darurat, dan oleh karena itu, harus dievaluasi berdasarkan keseimbangan antara manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.

Perjudian: Bukan untuk Konsumsi Publik

Dalam buku 'Gita Jaya: Catatan Ali Sadikin Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977' yang ditulis langsung oleh Ali Sadikin dan diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 1977, dijelaskan bahwa Pemprov DKI menerapkan aturan yang sangat ketat dalam pengelolaan tempat perjudian.

Lokalisasi ini bertujuan untuk melindungi masyarakat umum dari paparan aktivitas perjudian di ruang publik. Selain itu, dengan adanya tempat-tempat judi yang legal, pemerintah dapat mengamankan retribusi kota Jakarta.

"Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku (UU Darurat No. 11 Tahun 1957), pemerintah DKI Jakarta mengambil langkah-langkah kebijaksanaan yang bersifat preventif maupun represif terhadap perjudian," tegas Ali Sadikin dalam bukunya.

"Dalam upaya melokalisir penyelenggaraan judi, pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil pajak judi sebagai salah satu sumber pendapatan daerah," imbuhnya.

Dalam implementasinya, untuk mencegah masyarakat umum memasuki kawasan perjudian, Ali Sadikin membentuk tim pengawas yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 805/A/k/BKD/1967 tanggal 21 September 1967.

SK tersebut merinci berbagai tugas tim pengawas, termasuk menyeleksi individu yang diperbolehkan masuk ke kawasan perjudian, seperti kasino di lantai 13 Sarinah. Tim ini juga bertugas mencegah penyalahgunaan izin lokalisasi judi, melarang tindakan asusila di kawasan perjudian, dan berbagai tugas lainnya.

"Saya tekankan bahwa tugas tim pengawas adalah: Mencegah segala bentuk penyalahgunaan kebijakan lokalisasi perjudian; melindungi masyarakat dari dampak negatif dengan menyeleksi pengunjung," tulis Ali Sadikin dalam bukunya.

Dengan kata lain, tidak semua orang dapat memasuki kawasan perjudian, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, individu di bawah umur atau mereka yang memiliki penghasilan di bawah standar tertentu.

Tidak hanya itu, bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, dan Menteri Sosial, Ali Sadikin secara tegas menetapkan kawasan mana saja yang dapat dijadikan tempat perjudian, yang tertuang dalam Instruksi Bersama Nomor 9 tahun 1971. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan risiko masuknya masyarakat umum ke kawasan judi.

"Tempat-tempat penyelenggaraan judi tidak boleh berdekatan dengan: daerah tempat tinggal/perumahan, rumah ibadah, sekolah/tempat pendidikan, obyek kebudayaan; tempat harus tertutup dan tidak mudah diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah; tidak mencolok," jelasnya.

Oleh karena itu, salah satu kasino yang cukup populer pada masa itu terletak di lantai 13 gedung Sarinah. Demikian pula, tempat-tempat judi lainnya ditempatkan jauh dari area-area yang dilindungi oleh Pemprov.

Selain itu, lokalisasi tempat judi juga mencakup Casino Petak IX, Casino Djakarta Theatre, Casino Copacabana, Stand Ketangkasan di Jakarta Fair/Arena Promosi dan Hiburan Jakarta, Lotto Fair Proyek Senen dan Krekot, Toto Pacuan Kuda Pulo Mas, Toto Hai Lai Ancol dan Toto Greyhound Senayan.

Membangun TIM hingga Menata MH Thamrin

Berkat tambahan dana tersebut, Ali Sadikin berhasil menjalankan program-programnya, salah satunya adalah Pola Rehabilitasi Tiga Tahun (1967-1969). Pola Rehabilitasi ini meliputi penataan dan pengembangan kota, ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta kebudayaan.

Pembangunan Jakarta juga diarahkan ke kawasan desa melalui Program Perbaikan Kampung (PPK) yang dikenal sebagai proyek Mohammad Husni Thamrin (MHT). Proyek ini memiliki nilai strategis karena lanskap Jakarta pada saat itu masih didominasi oleh kampung-kampung yang dihuni oleh sekitar 60% penduduk Jakarta dengan fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang minim.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Ali Sadikin telah merehabilitasi dan membangun banyak gedung sekolah, mulai dari SD hingga SMA. Sementara itu, pembangunan di bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan status Balai Pengobatan menjadi Puskesmas.

Selain itu, rumah sakit pemerintah dan swasta juga dikembangkan, dan subsidi diberikan kepada pasien dari kalangan kurang mampu. Pelayanan kesehatan lainnya meliputi penyuluhan kesehatan dan pemberantasan penyakit menular, terutama kolera, TBC, malaria, demam berdarah, penyakit mata, penyakit kelamin, cacar, dan frambusia.

Sedangkan untuk pembangunan budaya, Ali Sadikin membangun pusat kesenian Taman Ismail Marzuki (TIM). Beliau juga mendirikan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) untuk mendidik para seniman muda.