MasterV, Jakarta – Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengingatkan seluruh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) untuk lebih meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan menjelang puncak ibadah haji 1446 H/2025 M yang akan berlangsung di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Beliau menekankan betapa pentingnya Pemerintah memastikan seluruh jemaah haji Indonesia dapat menjalankan ibadah di Tanah Suci dengan khusyuk dan nyaman.
"Pelaksanaan haji hingga saat ini berjalan cukup baik, sehingga hal ini harus terus dipertahankan, khususnya saat puncak haji. Pastikan setiap jemaah mendapatkan pelayanan yang terbaik. Perhatian khusus wajib diberikan kepada para lansia," jelas Puan dalam keterangannya, Rabu, (4/6/2025).
Sebagai informasi, puncak ibadah haji tahun ini akan dimulai pada 9 Zulhijjah atau 5 Juni mendatang. Inilah momen paling sakral dalam seluruh rangkaian ibadah haji, yang diawali dengan wukuf di Arafah, dilanjutkan dengan Mabit di Muzdalifah, dan bermalam di Mina untuk kemudian melaksanakan lontar jumrah.
Puan berharap seluruh kebutuhan yang diperlukan selama puncak haji sudah dipersiapkan secara maksimal, termasuk tenda Mabit.
"Momentum puncak haji merupakan fase yang paling krusial, baik secara spiritual maupun fisik, terutama dengan mempertimbangkan cuaca ekstrem dan kepadatan yang tinggi," tegasnya.
Guna memastikan pelaksanaan haji tahun ini berjalan dengan sempurna dan tanpa masalah, Puan pun menekankan beberapa hal penting. Mulai dari mitigasi kesehatan jemaah yang harus menjadi prioritas utama, adaptasi terhadap sistem baru multi syarikah, serta adanya evaluasi untuk perbaikan di masa mendatang.
Puan meminta seluruh petugas haji, khususnya tim kesehatan, untuk segera memetakan jemaah yang rentan, termasuk lansia, jemaah dengan komorbid, dan mereka yang mengalami penurunan kebugaran. Menurutnya, mitigasi dini dan pendekatan proaktif harus dilakukan untuk mencegah kelelahan ekstrem, dehidrasi, hingga *heatstroke* yang seringkali menjadi ancaman di Armuzna.
"Kami juga mengimbau kepada seluruh jemaah haji Indonesia untuk senantiasa menjaga kesehatan pribadi, tidak memaksakan diri jika kondisi tidak prima, serta mematuhi arahan dan panduan dari petugas kesehatan maupun pembimbing ibadah," imbau Puan.
Perlu diketahui, pada tahun ini Pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem baru dalam pelayanan haji, yaitu multi syarikah, di mana pengorganisasian jemaah selama di Armuzna tidak lagi didasarkan pada kloter, melainkan disusun dalam kafilah oleh pihak syarikah bekerja sama dengan PPIH.
Menurut mantan Menko PMK tersebut, sistem baru ini menuntut koordinasi yang lebih intensif dan fleksibilitas yang tinggi dari petugas Indonesia di lapangan. Oleh karena itu, Puan mendorong agar setiap petugas memahami perubahan alur dan peran dengan cermat, terutama karena tugas kloter hanya sampai masa persiapan *murur*.
"PPIH dapat memastikan data jemaah, termasuk yang akan melakukan *murur*, untuk diserahkan secara akurat dan tepat waktu kepada pihak syarikah. Hal ini penting guna mencegah disinformasi atau jemaah tersasar," ucapnya.
"Jemaah juga perlu diberikan penjelasan yang transparan mengenai sistem kafilah agar tidak terjadi kebingungan saat pelaksanaan ibadah,” imbuh Puan.
Di sisi lain, Puan memandang penerapan multi syarikah sebagai tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan kualitas layanan ibadah haji.
“Setiap bentuk penyesuaian harus dievaluasi secara mendalam setelah pelaksanaan haji tahun ini,” tuturnya.
DPR disebut akan meminta laporan lengkap dari Kementerian Agama dan mitra terkait, termasuk dari unsur PPIH dan petugas lapangan, sebagai dasar dalam menyusun kebijakan haji di masa depan.
Dalam pelaksanaan ibadah haji, DPR pun telah mengirimkan Tim Pengawas guna memastikan pelayanan bagi jemaah Indonesia berjalan dengan optimal.
“Berbagai evaluasi juga telah diberikan oleh Timwas Haji DPR sebagai antisipasi terhadap hambatan selama proses pelaksanaan ibadah haji. DPR berkomitmen untuk memastikan seluruh jemaah dapat menjalankan ibadah haji dengan sebaik mungkin,” pungkas Puan.