183 Jemaah Haji Wafat: Jantung & Cuaca Ekstrem Jadi Pemicu?

Admin

20/06/2025

4
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Kabar duka menyelimuti pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Pemerintah mengumumkan bahwa angka kematian jemaah haji Indonesia selama operasional ibadah haji di Tanah Suci 1446 H/2025 M telah melampaui 150 jiwa.

MasterV, Jakarta – Kabar duka menyelimuti pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Pemerintah mengumumkan bahwa angka kematian jemaah haji Indonesia selama operasional ibadah haji di Tanah Suci 1446 H/2025 M telah melampaui 150 jiwa.

Kepala Bidang Kesehatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Mohammad Imran, melaporkan bahwa terdapat 175 jemaah haji Indonesia yang telah berpulang selama periode operasional haji 2025. Data ini tercatat hingga hari Minggu, 8 Juni 2025.

“Berdasarkan data dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kesehatan, hingga saat ini, ada 175 jemaah haji Indonesia yang wafat,” jelas dr. Imran di Makkah, Minggu (8/6/2025), sebagaimana dilansir dari situs resmi Kementerian Agama, kemenag.go.id.

“Rinciannya, sebanyak 170 orang merupakan jemaah haji reguler, dan lima orang jemaah haji khusus,” imbuhnya.

Dr. Imran menjelaskan bahwa ada tiga jenis penyakit yang secara umum diderita oleh jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia. Ketiga penyakit tersebut meliputi gangguan jantung, masalah pernafasan akut, dehidrasi, serta kegagalan organ akibat infeksi berat.

“Data yang kami himpun menunjukkan bahwa 77 jemaah yang wafat memiliki riwayat penyakit jantung. Selain itu, 15 jemaah lainnya wafat akibat mengalami kegagalan organ yang disebabkan oleh infeksi berat,” kata dr. Imran.

Selain itu, terdapat masing-masing 11 jemaah yang meninggal dunia akibat masalah pernafasan akut dan dehidrasi.

Sementara itu, berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama yang dikutip dari laman haji.kemenag.go.id, angka kematian jemaah mengalami peningkatan menjadi 183 orang per hari ini, Senin (9/6/2025) pukul 07.15 WIB.

Adapun rinciannya adalah, 117 jemaah haji meninggal dunia di Makkah, 30 jemaah meninggal di Madinah, 14 jemaah meninggal di Arafah, 13 jemaah meninggal di Mina, dan 9 jemaah meninggal di bandara (termasuk saat penerbangan di pesawat).

Dari total tersebut, jemaah haji yang wafat paling banyak berasal dari Embarkasi Surabaya (SUB) dengan jumlah 39 orang, disusul Embarkasi Makassar (UPG) sebanyak 21 orang, Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG) 20 orang, serta Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) dan Embarkasi Solo-Yogyakarta (SOC) masing-masing 19 orang.

Meskipun demikian, data ini menunjukkan adanya tren penurunan kasus kematian jemaah haji jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu tahun 2023 dan 2024. Dalam periode yang sama, hingga hari ke-39 operasional haji, jumlah jemaah yang meninggal pada tahun 2023 mencapai 313 orang, kemudian pada tahun 2024 berjumlah 206 orang, dan tahun ini sebanyak 183 orang.

Data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) menunjukkan bahwa kasus kematian jemaah haji pada tahun 2025 masih didominasi oleh individu yang memiliki riwayat penyakit jantung serta komorbiditas lainnya.

Dokter Agus Sulistyawati dari Tim Visitasi Kesehatan Haji menekankan urgensi kewaspadaan terhadap potensi risiko kesehatan, terutama bagi jemaah lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbid).

“Kami sangat prihatin dengan tingginya angka kematian yang terjadi. Sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit jantung,” ungkap dr. Agus saat ditemui di Sektor 7, Daerah Kerja Makkah, sebagaimana dikutip dari Sehat Negeriku pada hari Rabu, 28 Mei 2025.

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar juga mengingatkan akan pentingnya menjaga kesehatan dan kedisiplinan dalam mengikuti aturan haji. Beliau menekankan bahwa ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan spiritual yang menuntut kondisi tubuh yang prima.

“Serangan jantung itu tidak datang secara tiba-tiba, ada tiga indikator yang mendahuluinya, yaitu tekanan darah tinggi, kadar gula tinggi, dan kadar kolesterol tinggi. Ketiga indikator inilah yang paling sering memicu terjadinya serangan jantung di tanah suci,” tambahnya.

Serangan jantung menjadi ancaman menakutkan bagi para jemaah haji, terutama bagi mereka yang berusia lanjut dan memiliki riwayat penyakit tertentu.

Terdapat beberapa faktor risiko yang saling berkaitan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan jantung selama menjalankan ibadah haji. Pemahaman mendalam mengenai faktor-faktor ini sangat krusial agar jemaah dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Usia lanjut merupakan salah satu faktor risiko utama. Jemaah haji lansia, terutama yang berusia di atas 45 tahun (laki-laki) atau 55 tahun (perempuan), memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan jantung. Kondisi ini diperburuk oleh adanya penyakit penyerta atau komorbid seperti hipertensi, diabetes melitus, dan kadar kolesterol tinggi.

Aktivitas fisik yang berlebihan juga dapat memicu serangan jantung. Ibadah haji melibatkan serangkaian aktivitas fisik yang intens, seperti berjalan kaki dalam jarak yang jauh, tawaf, dan sa’i yang dilakukan secara berulang-ulang.

Kurangnya istirahat dan cuaca ekstrem di Arab Saudi juga dapat memperburuk kondisi ini. Oleh karena itu, sangat penting bagi jemaah haji untuk mengatur aktivitas fisik mereka dengan bijak.