500 Jemaah Haji Ikut Safari Wukuf, Bus Siap!

Admin

10/06/2025

5
Min Read

On This Post

MasterV, Jeddah – Tahun ini, Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi kembali mengadakan program safari wukuf bagi para jemaah haji Indonesia yang lanjut usia atau kurang sehat. Berdasarkan surat edaran nomor 316/D.MAK/Dk.10/05/2025, terkonfirmasi sebanyak 500 jemaah haji akan diikutsertakan dalam program khusus ini.

Safari wukuf sendiri merupakan sebuah upaya mulia untuk memfasilitasi jemaah haji yang sedang sakit atau uzur, yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan wukuf secara mandiri. Pelaksanaan wukuf tetap dapat dilakukan dalam kendaraan yang melintasi Padang Arafah saat waktu wukuf berlangsung, baik dalam posisi duduk maupun berbaring. Hal ini penting agar rukun haji ini dapat terpenuhi, yang mana waktunya dimulai sejak matahari terbenam pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Guna mendukung kelancaran program ini, PPIH Arab Saudi telah menyiapkan sebanyak empat unit bus khusus. Dua bus diperuntukkan bagi jemaah yang memerlukan posisi berbaring, sementara dua bus lainnya disiapkan untuk jemaah yang masih mampu duduk.

"Jemaah yang kami prioritaskan untuk mengikuti safari wukuf adalah mereka yang sedang dalam perawatan di rumah sakit Arab Saudi dan akan segera dipulangkan menjelang Armuzna, namun kondisinya belum memungkinkan untuk dirawat di hotel. Mereka inilah yang akan kami fasilitasi melalui program safari wukuf," jelas Kepala Pusat Kesehatan Haji Liliek Marhaendro Susilo di Makkah, pada Senin (2/6/2025).

Lebih lanjut, Liliek menambahkan bahwa pelaksanaan safari wukuf bagi jemaah haji yang masih menjalani perawatan di fasilitas kesehatan Arab Saudi akan menjadi tanggung jawab penuh pihak rumah sakit setempat. Pihaknya menegaskan bahwa koordinasi terkait pelaksanaan hal ini telah dilakukan secara intensif dengan pihak rumah sakit.

Apabila terdapat jemaah haji yang karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk mengikuti safari wukuf, maka ibadah hajinya akan dibadalkan oleh petugas haji yang berwenang. "Kami akan berkoordinasi dengan rekan-rekan dari Kementerian Agama, khususnya para pembimbing ibadah, untuk mengidentifikasi siapa saja yang tidak dapat keluar dari rumah sakit dan karenanya perlu dibadalkan," imbuhnya.

Selain bagi jemaah yang sakit parah, fasilitas badal haji juga diperuntukkan bagi jemaah yang meninggal dunia. Badal haji merupakan hak bagi jemaah yang wafat, baik saat berada di embarkasi, embarkasi antara, dalam perjalanan menuju Arab Saudi, maupun saat berada di Madinah atau Makkah sebelum pelaksanaan wukuf di Arafah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13/2021.

Proses badal haji dilakukan dengan menugaskan petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) yang telah berpengalaman menunaikan ibadah haji untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji atas nama almarhum/almarhumah. Menurut Kabid Bimbingan Ibadah (Bimbad) KBIHU Zaenal Muttaqin, terdapat 145 petugas haji yang siap melaksanakan badal haji per Rabu, 14 Mei 2025.

"Biaya yang timbul terkait pelaksanaan badal haji oleh petugas akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perkiraannya sekitar 2.500 riyal (atau sekitar Rp11 juta)," tambahnya.

Pemerintah kemudian akan menerbitkan surat tugas yang mencantumkan nama jemaah yang meninggal dunia untuk dibadalkan. Sertifikat badal haji juga akan diberikan kepada pihak keluarga jemaah sebagai bukti pelaksanaan.

Sementara itu, Liliek menjelaskan bahwa KKHI akan kembali mengaktifkan pos kesehatan darurat selama masa puncak haji di Arafah dan Mina. Pos kesehatan ini difokuskan untuk memberikan pertolongan pertama kepada pasien yang dapat ditangani dalam kurun waktu maksimal enam jam.

"Jika diperkirakan penanganan memerlukan waktu lebih dari itu, maka pasien akan segera kami rujuk ke rumah sakit Arab Saudi," terangnya.

Salah satu jenis pertolongan pertama yang akan diberikan di tenda pos kesehatan adalah penanganan jemaah yang mengalami *heat stroke* atau serangan panas. Jemaah akan segera dibawa ke pos kesehatan dan mendapatkan terapi hingga suhu tubuhnya kembali normal sebelum dipulangkan ke tenda.

"Namun, apabila hasil observasi menunjukkan kondisi yang berat dan tidak memungkinkan untuk ditangani di pos kesehatan, maka pasien akan langsung kami rujuk," tegas Liliek, sembari menekankan bahwa pos kesehatan tersebut tidak menyediakan fasilitas rawat inap.

Pihaknya juga menyiagakan ambulans untuk mengevakuasi jemaah dalam kondisi darurat selama masa puncak haji di Armuzna. Jemaah haji yang membutuhkan pertolongan dapat dievakuasi ke tenda atau langsung dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi, baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan Mina dan Arafah.

Di sisi lain, delegasi Amirul Hajj terus melakukan lobi intensif dengan pemerintah Arab Saudi untuk memperoleh izin pengoperasian klinik kesehatan haji Indonesia (KKHI) di Arab Saudi. Meskipun pertemuan dengan Menteri Kesehatan Arab Saudi telah menghasilkan kesepahaman, hingga saat ini, klinik tersebut masih belum dapat beroperasi secara penuh untuk merawat jemaah haji Indonesia yang sakit.

"Menteri Kesehatan Arab Saudi pada prinsipnya telah menyetujui, namun jika terdapat kendala terkait perizinan keamanan dari menteri dalam negeri setempat, maka akan segera kita selesaikan. Perlu diingat bahwa ini bukanlah rumah sakit permanen," ungkap Ketua Amirul Hajj yang juga Menteri Agama, Nasaruddin Umar, saat mengunjungi KKHI Makkah pada Minggu, 1 Juni 2025.

Perizinan terkait keamanan fasilitas klinik merupakan wewenang Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, bukan Kementerian Kesehatan. Kunjungan Menteri Agama ke KKHI bertujuan untuk memastikan kesiapan operasional klinik sebagai modal dalam melobi Menteri Dalam Negeri Arab Saudi.

"Fasilitas ini hanya diperuntukkan bagi kondisi darurat dalam jangka waktu beberapa hari saja. Kami menilai bahwa pemanfaatan KKHI akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan merujuk langsung ke rumah sakit," pungkas Nasaruddin.