Jokowi Ketum PPP? Ray Rangkuti Ungkap Analisis ‘Menang Banyak’

Admin

10/06/2025

4
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Ray Rangkuti, pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima), berpendapat bahwa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akan lebih diuntungkan jika menduduki posisi Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dibandingkan dengan menjadi Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

MasterV, Jakarta – Ray Rangkuti, pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima), berpendapat bahwa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akan lebih diuntungkan jika menduduki posisi Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dibandingkan dengan menjadi Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Pernyataan ini disampaikan Ray Rangkuti menanggapi dinamika politik menjelang Muktamar PPP dan Pemilu Raya PSI. Meskipun nama Jokowi santer disebut sebagai kandidat Ketum PSI, Ray Rangkuti tidak menutup kemungkinan bahwa nama Presiden ke-7 RI tersebut juga berpotensi muncul dalam bursa Ketum PPP yang saat ini dinamikanya lebih intens.

“Isu ini bermula dari Muktamar PPP, di mana salah satu isu menarik adalah bergabungnya Haji Isam ke PPP. Kabarnya, Haji Isam membawa dua nama sekaligus, yaitu Andi Amran Sulaiman, menteri pertanian, dan Jokowi. Jadi, kami mendasarkan analisis ini pada asumsi tersebut,” jelas Ray saat berbincang dengan Liputanku, Senin (2/6/2025).

Ray menambahkan, jika terdapat dua nama, Amran dan Jokowi, maka konstituen PPP hampir pasti akan memilih Jokowi sebagai ketua umum. Menurutnya, ini adalah pilihan yang logis. Status Amran sebagai menteri mengharuskan dirinya untuk meminta izin kepada Prabowo. Selain itu, nama Amran juga belum cukup dikenal dalam konteks Pemilu jika dibandingkan dengan Jokowi.

“Dalam konteks Pemilu, jika dibandingkan antara Amran dan Pak Jokowi, tentu saja Pak Jokowi lebih unggul jika tujuannya adalah meningkatkan popularitas partai. Pak Jokowi berasal dari Jawa, dan bagaimanapun juga, Jawa masih memiliki peran penting. Kita tahu bahwa Pak Jokowi umumnya diterima dengan baik di Jawa dan juga di daerah-daerah lain. Sementara itu, Pak Amran bahkan belum tentu diterima di daerah asalnya (Sulawesi), apalagi di Jawa. Begitulah kira-kira,” ujar Ray Rangkuti.

Berdasarkan hipotesis tersebut, Ray melanjutkan, nama Jokowi akan lebih menonjol jika menjabat sebagai Ketum PPP dibandingkan dengan PSI. Selain itu, basis pemilih PPP yang lebih kuat dan mengakar diyakini akan memberikan dampak positif terhadap perolehan suara partai pada pemilu mendatang.

“PSI masih belum memiliki arah yang jelas dan cenderung tidak stabil. Suaranya kadang besar, kadang kecil, jadi tidak konsisten. Sementara PPP? Sebelumnya, PPP hampir mencapai 4 persen, dan pemilihnya jelas merupakan pemilih Islam,” papar Ray.

Ray meyakini bahwa jika Jokowi bergabung dengan PPP, ia dapat mewakili kelompok nasionalis. Dengan demikian, PPP akan memiliki basis suara yang lengkap, mencakup baik kelompok nasionalis maupun Islam.

“Dengan kombinasi dua kelompok suara tersebut, PPP akan lebih mudah dalam melakukan konsolidasi. Apalagi jika keluarga Jokowi didorong untuk tetap aktif dalam politik, baik itu Gibran maupun Kaesang. Jadi, Pak Jokowi sudah memiliki dua ‘perahu’ yang kokoh, yaitu PPP dan PSI, yang melibatkan anak-anaknya. Oleh karena itu, pada tahun 2029, bukan tidak mungkin PPP dan PSI akan bergabung dan mendukung Gibran sebagai calon presiden atau wakil presiden,” kata Ray mengakhiri penjelasannya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Jakarta, William Aditya Sarana, menyatakan dukungannya terhadap wacana pencalonan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon Ketua Umum (Ketum) PSI.

“Kerja nyata Pak Jokowi telah kami rasakan sejak beliau menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sehingga beliau sangat layak menjadi calon Ketua Umum PSI,” ujar William dalam keterangannya, Jumat (16/5/2025).

Menurut William, Jokowi telah memberikan kontribusi dalam menginisiasi partai yang terbuka, yang kemudian menginspirasi banyak partai lainnya.

“Menurut pandangan kami, Pak Jokowi juga telah memberikan kontribusi, salah satunya adalah dengan menginisiasi ‘Partai Super Terbuka’ yang menginspirasi kami untuk mengadakan Pemilihan Raya ini. Oleh karena itu, wajar jika kader PSI memberikan tempat yang istimewa bagi beliau di sini,” tambahnya.

William juga mengungkapkan bahwa nama Ketum PSI petahana, Kaesang Pangarep, juga turut disebut dalam diskusi yang berlangsung di internal partainya.

“Nama Mas Kaesang juga turut diperbincangkan dalam diskusi internal partai kami. Kami berharap beliau dapat melanjutkan kepemimpinan yang sudah baik ini di masa depan,” ujarnya.

Jokowi sendiri telah menyampaikan bahwa ada kemungkinan dirinya akan ikut serta dalam pemilihan Ketum PSI. Keputusan untuk mencalonkan diri sebagai calon ketum partai tersebut masih dipertimbangkan secara matang oleh mantan Wali Kota Solo tersebut.

Jokowi mengungkapkan bahwa ia masih melakukan kalkulasi terkait peluangnya untuk memenangkan pemilihan tersebut.

Ia mengaku tidak ingin mengalami kekalahan dalam persaingan untuk posisi Ketua Umum PSI, mengingat reputasinya sebagai tokoh politik yang telah dua kali memenangkan pemilihan presiden.

“Ya, masih dalam tahap kalkulasi. Saya tidak ingin ikut serta jika pada akhirnya saya kalah,” ujar Jokowi pada Rabu (14/5/2025).

Hingga saat ini, Jokowi belum secara resmi mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum PSI. Ia menyampaikan bahwa masih tersedia waktu yang cukup panjang untuk memutuskan apakah akan bergabung dengan partai yang dipimpin oleh putra bungsunya, Kaesang Pangarep.

“Belum (mendaftar). Waktunya masih lama, seingat saya masih Juni,” kata Jokowi menanggapi pertanyaan mengenai pendaftaran.