MasterV, Jakarta – Joko Widodo (Jokowi), Presiden RI ke-7, dengan tegas menyatakan tidak memiliki niat untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan lebih memilih untuk bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Menanggapi pernyataan tersebut, Usman M Tokan, selaku Juru Bicara PPP, menyampaikan bahwa partainya menghormati sepenuhnya keputusan politik yang diambil oleh Jokowi.
“Tentu saja, sebagai mantan Presiden RI selama dua periode, beliau sangat memahami kultur serta budaya politik partai-partai di Indonesia, termasuk PPP. Menurut pandangan pribadi kami, biarkan beliau menjadi negarawan dengan pengalaman yang kaya hingga saat ini,” ujar Usman saat dikonfirmasi pada hari Sabtu (7/6/2025).
Usman menambahkan, sejak awal pendiriannya, PPP telah dikenal sebagai partai politik yang unik, dengan ciri khas tersendiri sebagai partai Islam. Ia berharap PPP akan mendapatkan seorang ketua umum baru yang kuat dan sesuai dengan aspirasi umat serta ideologi partai.
“PPP lahir dari rahim para ulama Indonesia melalui fusi partai politik Islam pada tahun 1973. Saat ini, PPP sedang berbenah diri untuk melahirkan ketua umum baru pada bulan September mendatang, seorang pemimpin yang akan memikul beban berat, sehingga dibutuhkan sosok yang kuat seperti Umar bin Khattab, serta memiliki kedekatan dengan para ulama dan umaroh,” pungkasnya.
Sebelumnya, M. Jamiluddin Ritonga, seorang pengamat komunikasi politik, berpendapat bahwa pernyataan Joko Widodo yang lebih memilih PSI daripada PPP sangat masuk akal, karena ideologi PSI dinilai lebih cocok dengan Jokowi.
“Di PSI, ideologi Jokowi setidaknya relatif sama. Jokowi dan PSI sama-sama menganut paham nasionalis. Hal ini berbeda jika Jokowi berada di PPP. Jokowi yang nasionalis tentu tidak sejalan dengan PPP yang menganut paham religius,” jelas Jamiluddin saat dikonfirmasi pada hari Sabtu (7/5/2025).
Menurut Jamiluddin, adanya perbedaan ideologis tersebut tentu akan terasa aneh jika Jokowi memimpin PPP. “Jokowi akan dianggap sebagai sosok yang menerima jabatan apa saja tanpa mempertimbangkan kesesuaiannya,” ujarnya.
Meskipun terdapat kesamaan ideologi dengan PSI, Jamiluddin menilai bahwa faktor usia membuat Jokowi kurang tepat untuk memimpin PSI.
“Meskipun secara ideologis Jokowi cocok memimpin PSI, namun dari segi usia, tetap saja dianggap kurang pas. Sebagai partai yang didominasi anak muda, idealnya PSI dipimpin oleh tokoh muda,” ucapnya.
Oleh karena itu, jika Jokowi memimpin PSI, hal ini akan terasa aneh. Sebab, PSI sebagai partai anak muda akan dipimpin oleh seorang yang sudah senior.
“Karena itu, idealnya PSI dipimpin oleh anak muda. Sebaiknya Jokowi menyadari bahwa dirinya kurang pantas untuk memimpin PSI,” sambungnya.
Sebelumnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berencana untuk menggelar muktamar partai pada bulan Agustus 2025. Salah satu agenda utamanya adalah pemilihan calon ketua umum.
Sejumlah nama telah muncul sebagai kandidat untuk menduduki posisi puncak tersebut, salah satu yang sempat mencuat adalah nama Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi.
Menanggapi namanya yang disebut sebagai salah satu calon ketua umum PPP, Jokowi menjawab dengan santai. Menurutnya, terdapat banyak calon lain yang lebih mumpuni.
Mantan Gubernur Jakarta tersebut bahkan sempat berkelakar lebih memilih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibandingkan PPP.
"Enggak lah, di PPP saya kira banyak calon-calon ketua umum yang jauh lebih baik, yang punya kapasitas, kapabilitas, punya kompetensi. Banyak calon yang sudah beredar kan banyak. Banyak sekali. Saya di PSI saja lah," ujar Jokowi saat ditemui wartawan di kediaman pribadinya, Solo, Jumat (6/6/2025).
Meskipun demikian, ayah dari Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep tersebut menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui pilihan politik di luar PSI.
"Ya enggak tahu, di PSI pun juga dicalonkan juga belum," kata Jokowi seperti dilansir dari Merdeka.com.