Berharap ‘Emas’ dari Kamera Lawas dan Monas
Di tengah hiruk pikuk pengunjung yang memadati kawasan Monumen Nasional (Monas), tampak seorang pria tanpa lelah menawarkan jasa foto keliling. Walaupun keringat membasahi tubuhnya, kesabaran dan ketekunannya dalam menawarkan jasa patut diacungi jempol.
Pria tersebut adalah Rahmat (43), seorang fotografer keliling yang mencari nafkah di area Monas. Dengan kamera setia tergantung di lehernya, ia siap mengabadikan momen-momen berharga para wisatawan yang berkunjung ke Monas.
Meskipun ponsel pintar dengan kemampuan kamera mumpuni kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, masih terlihat beberapa pengunjung yang memilih menggunakan jasa Rahmat. Akan tetapi, sering kali Rahmat harus menghadapi kenyataan pahit karena dipandang sebelah mata akibat kamera tuanya.
"Biasanya orang Jakarta, sering membandingkan kamera saya dengan HP mereka. 'Ini kamera jadul ya, mending pakai HP saya saja,' begitu kata mereka. Kemudian, mereka hanya meminta tolong difoto, tanpa membayar," ungkap Rahmat saat ditemui Liputanku di Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (30/5/2025).
Saat ini, Rahmat telah berkecimpung dalam dunia fotografi keliling di Monas selama lebih dari 10 tahun. Profesi ini bukan sekadar cara untuk mencari penghasilan, melainkan juga karena hobi yang telah tumbuh sejak masa sekolah menengah atas.
Dahulu, Rahmat sempat bekerja serabutan di sebuah pabrik konveksi. Namun sayang, ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang kemudian mendorongnya untuk lebih serius menekuni bidang fotografi.
"Mungkin ini sudah jalan dari Tuhan, untuk mencari rezeki," tuturnya.
Rahmat mulai bekerja sejak pukul 09.00 pagi dan dapat terus bertahan hingga sore hari. Durasi kerjanya sangat bergantung pada kondisi, yaitu seberapa ramai pengunjung Monas.
Pada saat libur panjang, Monas menjadi sumber harapan baginya. Jika ramai pengunjung, ia mampu memperoleh penghasilan sekitar Rp 200-300 ribu. Namun, pada hari-hari biasa, hasilnya tidak menentu. Meskipun demikian, Rahmat tetap merasa bersyukur karena dapat membawa pulang uang untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya.
"Alhamdulillah, penghasilan terkecil yang pernah saya dapatkan adalah Rp 40 ribu. Saya harus berusaha membawa uang ke rumah untuk kebutuhan makan," jelasnya.
Walaupun kamera yang dimilikinya bukanlah yang tercanggih, Rahmat tidak merasa minder. Ia meyakini bahwa yang terpenting bukanlah alatnya, melainkan niat dan usaha yang sungguh-sungguh. Bahkan, tak jarang beberapa pengunjung memuji hasil jepretan fotonya.
"Kalau dibilang hasil fotonya bagus, saya sudah merasa senang dan berterima kasih," ujarnya.
Bagi Rahmat, kerja keras adalah wujud dari ibadah. Setiap rupiah yang berhasil ia bawa pulang merupakan sebuah berkah.
"Ya, namanya juga mencari rezeki, bekerja seperti ini kan juga ibadah. Saya mensyukuri semuanya. Rezeki sudah ada yang mengatur," pungkasnya.
Kamera lamanya masih terus ia genggam erat hingga kini. Menyimpan sejuta harapan dan cerita dari Monas yang tak pernah sepi.