Julukan 'Kampung Kembar' bagi wilayah RW 3, Kelurahan Malaka Jaya, Jakarta Timur, bukanlah sekadar nama. Konon, dahulu kala, wilayah ini dihuni oleh warga kembar yang jumlahnya mencapai 19 pasang.
Pada hari Sabtu, 7 Juni 2025, tim Liputanku berkesempatan menelusuri jejak 'Kampung Kembar'. Lantas, bagaimana kondisi terkini dari 'Kampung Kembar' yang melegenda ini?
Supriharjo (79), seorang tokoh masyarakat setempat, mengisahkan perubahan yang terjadi di 'Kampung Kembar'. Pria yang akrab disapa Pri ini mengungkapkan bahwa kini, banyak warga kembar yang telah meninggalkan kampung halaman mereka.
"Benar sekali, dulu memang dikenal sebagai 'Kampung Kembar'. Namun, sekarang jumlahnya sudah tidak sebanyak dulu, hanya tersisa beberapa saja," ujar Pri saat ditemui di Jalan Nusa Indah IV, Gang 3, Malaka Jaya, Jakarta Timur, Sabtu (7/6/2025).
Pri menjelaskan bahwa fenomena keberadaan orang kembar di wilayahnya mulai mencuat sekitar tahun 2014. Saat itu, diperkirakan hampir 14 pasang orang kembar tinggal menetap di sana.
Selanjutnya, populasi warga kembar di wilayah tersebut terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada tahun 2016. Jumlahnya tidak main-main, mencapai 19 pasang orang kembar.
"Peningkatan signifikan terjadi di tahun 2016, jika tidak salah, totalnya mencapai 19 orang," tutur Pri.
Simak kisah selengkapnya di halaman selanjutnya
Bahkan, pada tahun tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Timur (Pemkot Jaktim) turut menaruh perhatian pada 'Kampung Kembar'. Mereka datang langsung untuk membuktikan kebenaran cerita tentang kampung unik ini.
"Waktu itu, wakil wali kota sempat berkunjung ke sini karena penasaran dan ingin memastikan apakah benar di sini banyak warganya yang kembar," jelas Pri.
"Pada kesempatan itu, mereka berusaha mencari tahu faktor penyebab banyaknya kelahiran kembar, apakah karena faktor makanan atau faktor lainnya," lanjutnya.
Pri mengakui bahwa pada awalnya, ia tidak mengetahui secara pasti penyebab fenomena kelahiran kembar di lingkungannya. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata faktor genetik memegang peranan penting.
"Ternyata, orang tua atau keluarga dari warga kembar tersebut juga memiliki riwayat kembar di kampung asal mereka. Misalnya, di RT 7, ada anak kembar yang ternyata saudaranya juga kembar, jadi memang faktor genetik," ungkapnya.
Tim Liputanku telah berupaya menelusuri kondisi terkini 'Kampung Kembar'. Suasana di wilayah ini tampak sepi saat siang hari.
Aktivitas warga pun tidak terlalu terlihat. Hanya sesekali kendaraan melintas. Sayangnya, tidak satu pun warga kembar yang berhasil ditemui di wilayah tersebut.