Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho telah mengambil langkah signifikan dengan membentuk Tim Penegakan Hukum Kelebihan Dimensi dan Muatan (KDM) Nasional. Pembentukan tim ini menjadi solusi nyata untuk mengatasi permasalahan krusial terkait kendaraan angkut barang, yaitu praktik over dimension and overload (ODOL). Inisiatif ini pun mendapatkan dukungan penuh dari Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo).
Ketua Askarindo, Jimmy Tenacious, mengungkapkan bahwa kehadiran Tim KDM membawa harapan baru dalam upaya penegakan hukum terhadap truk ODOL yang selama ini meresahkan.
"Bagus sekali, dukungan penuh 100 persen saya berikan," tegas Jimmy di Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Sebagai pelaku usaha karoseri, saya sangat mendukung. Di Askarindo, anggota yang melanggar tentu akan ada konsekuensinya," jelasnya lebih lanjut.
Jimmy menjelaskan bahwa anggota Askarindo senantiasa mematuhi regulasi pemerintah dalam proses perakitan truk. Akan tetapi, modifikasi seringkali dilakukan di luar lingkungan karoseri resmi, bahkan tak jarang pemilik truk melakukan modifikasi secara mandiri. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa permintaan untuk membuat truk ODOL kadang-kadang juga muncul.
"Di luar anggota kami, muncul karoseri-karoseri dadakan yang dengan mudah membuat ODOL. Ini sangat tidak adil bagi kami. Awalnya saya mencari order, lalu diminta membuat ODOL, tentu saya tidak bisa. Akhirnya, order tersebut beralih ke pihak lain," imbuhnya dengan nada prihatin.
"Saya sangat mendukung (keberadaan tim KDM)," kembali ditegaskan olehnya.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto, mengungkapkan bahwa pada kenyataannya, pengemudi dan pemilik truk pun sebenarnya tidak menyukai kondisi ODOL ini.
"Selain risiko truk yang lebih cepat rusak dan potensi kecelakaan lalu lintas yang sangat tinggi, mereka juga menginginkan operasional yang normal dengan biaya yang tetap terpenuhi. Menurut pengakuan para pengemudi truk, mengendarai truk dengan kelebihan dimensi dan muatan itu sangat menakutkan. Ibaratnya, jika direm hari Senin, baru akan berhenti di hari Sabtu," ungkap Soerjanto menggambarkan betapa berbahayanya praktik ODOL.
Oleh karena itu, Soerjanto menekankan bahwa prioritas utama dalam penertiban truk dengan kelebihan dimensi dan muatan adalah memberantas praktik premanisme dan pungutan liar (pungli). Hal ini menjadi beban yang sangat berat bagi para transporter (pengusaha angkutan barang) dan pengemudi.
"Biaya pungli ini bisa mencapai total 15 persen hingga 35 persen dari total ongkos angkut, tergantung pada daerah dan jenis barang yang diangkut," jelasnya.