Kebakaran hebat melanda permukiman padat penduduk di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Seorang warga memberikan kesaksian mendalam tentang detik-detik api menyebar dengan cepat di sekitar tempat tinggalnya.
Muna (40), seorang penduduk RT 17, awalnya melihat gumpalan asap hitam tebal membubung tinggi dari kobaran api yang muncul di bagian belakang rumahnya. Saat itu, ibadah salat Jumat sedang berlangsung di masjid terdekat.
"Suara api sudah terdengar jelas dari belakang, seperti membakar, 'keretak, keretak, keretak', begitu bunyinya. Awalnya saya kira hanya kebakaran kecil, mungkin korsleting listrik seperti yang sering terjadi. Biasanya hanya satu kamar yang terbakar, karena sudah beberapa kali terjadi. Namun, ketika saya keluar, api sudah membesar, saya langsung masuk membangunkan anak-anak di kamar dan menyuruh mereka keluar," ungkap Muna saat ditemui di lokasi kejadian, Jumat (6/6/2025).
Muna, yang saat kejadian sedang menjaga warung miliknya, mengakui bahwa dirinya hanya sempat menyelamatkan beberapa dokumen krusial seperti ijazah dan kartu keluarga. Sayangnya, seluruh isi warung dan lantai dasar rumahnya habis dilalap si jago merah.
Muna ternyata sudah memiliki persiapan matang, menyadari bahwa kawasan tempat tinggalnya rawan terjadi kebakaran. Ia pun telah menyiapkan skenario terburuk, setidaknya menyelamatkan barang-barang penting.
"Saya berpikir, surat-surat penting harus dikumpulkan jadi satu, seperti akta, ijazah, karena di sini sering terjadi kebakaran. Jadi, semuanya sudah dikumpulkan dalam satu map besar. Jika terjadi sesuatu, tinggal ambil map itu saja," jelas Muna, yang mengaku telah menghuni kawasan tersebut sejak tahun 2008.
Kawasan permukiman yang berdiri di atas lahan rawa dan didominasi oleh bangunan semi permanen menyebabkan api merambat dengan sangat cepat. Muna mengakui bahwa dirinya kini merasa kebingungan setelah kehilangan tempat tinggalnya.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Warni (54), seorang warga lainnya yang rumahnya juga ikut hangus terbakar. Ia hanya mampu menyelamatkan barang-barang yang bisa diraihnya.
"Saya baru pulang kerja, rumah belum terkena api. Namun, karena api sudah sangat dekat, hanya berjarak dua rumah, saya hanya sempat menyelamatkan sedikit pakaian bekas. Setelah itu, saya sudah tidak bisa masuk lagi. Jadi, hanya pakaian bekas itulah yang bisa saya bawa," tutur Warni dengan nada sedih.