Kejagung Cegah Bos Sritex Iwan Lukminto ke Luar Negeri

Admin

18/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengambil langkah tegas dengan memberlakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Iwan Kurniawan Lukminto, sosok penting di balik perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Tindakan ini dilakukan sehubungan dengan investigasi mendalam terhadap dugaan korupsi dalam proses penerimaan kredit dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB) dan Banten, serta PT DKI Jakarta kepada PT Sritex Tbk.

Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.

"Benar, IKL (Iwan Kurniawan Lukminto) telah dikenakan pencegahan ke luar negeri," ujar Harli saat dihubungi, Sabtu (7/6).

Menurut Harli, pencegahan ini efektif berlaku sejak 19 Mei 2024 dan akan berlangsung selama enam bulan ke depan.

Lebih lanjut, Harli mengungkapkan bahwa Iwan Kurniawan Lukminto direncanakan akan diperiksa oleh penyidik terkait kasus ini. Meski demikian, ia belum memberikan detail mengenai jadwal pemeriksaan tersebut.

"⁠Informasi dari penyidik, yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan lanjutan pada pekan depan," jelasnya.

Pada saat dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi, Iwan Setiawan Lukminto menduduki posisi sebagai direktur utama.

Akibat dari perbuatan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp692 miliar. Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, memaparkan secara rinci mengenai kasus ini.

"PT Sri Rejeki Isman Tbk merupakan sebuah perseroan terbatas yang bergerak di bidang industri tekstil, dengan komposisi kepemilikan saham mayoritas, yaitu PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03%, dan sisanya dimiliki oleh masyarakat karena sudah menjadi perusahaan terbuka (TBK) sebesar 40,97%," terang Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu (21/5) malam.

Dalam laporan keuangan Sritex, Qohar menyoroti adanya kerugian yang mencapai USD1,08 miliar, atau setara dengan Rp15,65 triliun, pada tahun 2021.

"Padahal, pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2020, PT Sri Rejeki Isman masih membukukan keuntungan sebesar USD 85,32 juta, atau setara dengan Rp1,24 triliun," ungkapnya.

"Terdapat kejanggalan yang signifikan, di mana dalam satu tahun perusahaan mengalami keuntungan yang sangat besar, namun di tahun berikutnya justru menderita kerugian yang juga sangat besar," imbuhnya.

Kemudian, ditemukan total *understanding* atau tagihan hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 yang dimiliki Sritex dan entitas anak perusahaannya.

"Utang tersebut berasal dari beberapa bank pemerintah, baik Bank Himbara, yaitu Himpunan Bank Milik Negara, maupun Bank Milik Pemerintah Daerah," jelas Qohar.

Selain itu, Sritex juga diketahui menerima kredit dari 20 bank swasta.

"Dalam proses pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, diduga telah memberikan kredit secara melawan hukum," tegas Qohar.

Hal ini dikarenakan tidak dilakukannya analisa yang memadai dan ketidakpatuhan terhadap prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan, termasuk tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Kit dan Modis menunjukkan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi.

"Padahal, seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A," ungkapnya lebih lanjut.

Sementara itu, ISL selaku Direktur Utama Sritex diduga tidak menggunakan dana pinjaman dari Bank BJB dan Banten sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit.

"Melainkan disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif, sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya," beber Qohar.

Selanjutnya, PT Sri Rejeki Isman TBK dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang melalui putusan nomor perkara 2/PDT.SUS-homologasi/2024/PN Niaga Semarang.

"Akibat pemberian kredit yang melawan hukum tersebut, yang dilakukan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman TBK, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp692.980.592.188 dari total nilai *outstanding* atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57."

Sumber: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com