Dirut Sritex Dicekal Kejagung Terkait Kasus Korupsi Kredit

Admin

17/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengambil langkah tegas dengan melarang Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), yaitu Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), untuk bepergian ke luar negeri. Tindakan ini berkaitan erat dengan proses penyidikan yang tengah berlangsung terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit.

“Benar adanya bahwa terhadap Iwan Kurniawan Lukminto telah diberlakukan pencegahan ke luar negeri. Pencegahan ini dimulai sejak tanggal 19 Mei 2025 dan akan berlaku selama enam bulan ke depan,” demikian penjelasan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat dihubungi pada hari Sabtu, 7 Juni 2025.

Menurut Harli, saat ini status IKL masih sebagai saksi dalam perkara ini. Sebelumnya, yang bersangkutan juga telah dimintai keterangan oleh penyidik.

”IKL sudah menjalani pemeriksaan, dan statusnya masih sebagai saksi,” tegas Harli.

Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa IKL telah diperiksa oleh tim penyidik Kejagung pada hari Senin, 2 Juni 2025.

Harli menambahkan bahwa pemeriksaan terhadap IKL dilakukan karena jabatannya sebelumnya adalah Wakil Direktur Utama, sebelum kemudian menjabat sebagai Direktur Utama.

Seperti yang telah diketahui, dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi pada saat Iwan Setiawan Lukminto (ISL) masih menduduki posisi sebagai Direktur Utama.

Dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah DS (Dicky Syahbandinata), yang pada tahun 2020 menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

Selain itu, Zainuddin Mappa (ZM), yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank DKI pada tahun 2020, juga ditetapkan sebagai tersangka, bersama dengan Iwan Setiawan Lukminto (ISL) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sritex pada periode 2005–2022.

Nilai pinjaman yang dikucurkan oleh BJB dan Bank DKI mencapai angka Rp 692 miliar. Jumlah ini telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara akibat terjadinya kredit macet.

Hingga saat ini, Sritex belum mampu melakukan pembayaran karena telah dinyatakan pailit sejak bulan Oktober 2024.

Namun, berdasarkan konstruksi kasus yang ada, total kredit macet yang dimiliki oleh Sritex mencapai angka yang cukup signifikan, yaitu Rp 3,58 triliun.

Angka ini berasal dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lainnya, yang dasar pemberian kreditnya masih terus didalami oleh tim penyidik.

Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui telah memberikan kredit dengan nilai sebesar Rp 395.663.215.800.

Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga turut memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,5 triliun.

Namun, status kedua bank ini masih sebatas saksi. Hal ini berbeda dengan BJB dan Bank DKI, di mana telah ditemukan adanya indikasi tindakan melawan hukum.

Atas perbuatan yang diduga dilakukan, para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebagai tindak lanjut, mereka langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. Para tersangka diduga keras terlibat dalam tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Untuk itu, proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap fakta sebenarnya.