MasterV, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan surat pencegahan dan penangkalan, atau lebih dikenal sebagai pencekalan, terhadap tiga staf khusus (stafsus) dari mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim. Langkah ini terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek pada tahun 2019-2023.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa ketiga stafsus tersebut adalah Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (IA), yang juga bertindak sebagai Tenaga Teknis. Ketiganya tidak memenuhi panggilan pemeriksaan, sehingga penyidik mengambil tindakan pencekalan sebagai respons.
“Sudah diagendakan bahwa ketiga orang ini tidak menghadiri, tidak hadir dalam pemeriksaan yang telah dijadwalkan kemarin dan dua hari yang lalu,” ujar Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Kamis (5/6/2025).
Harli mengingatkan agar ketiga stafsus Nadiem Makarim tersebut menunjukkan sikap kooperatif dengan memenuhi panggilan pemeriksaan dari penyidik. Rencananya, panggilan kedua akan segera dilayangkan kepada Fiona Handayani, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief, pada pekan mendatang.
“Oleh karena itu, seperti yang telah kami sampaikan, penyidik mempertimbangkan untuk melakukan upaya cegah tangkal terhadap yang bersangkutan, dan upaya ini telah dilakukan per tanggal 4 Juni 2025,” tegas Harli.
Seperti yang diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada periode 2019-2023. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang mencapai hampir Rp10 triliun untuk program ini.
“Bahwa benar jajaran Jampidsus melalui penyidik, pada tanggal 20 Mei 2025, dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 dan seterusnya tanggal 20 Mei 2025, telah meningkatkan status penanganan perkara ini,” ungkap Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (26/5/2025).
“Peningkatan status penanganan perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan ini dilakukan dalam dugaan tindak pidana korupsi di Kemendikbud Ristek terkait pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” sambungnya.
Harli menjelaskan lebih lanjut mengenai posisi kasus ini, bahwa terdapat indikasi adanya persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak. Modusnya adalah dengan mengarahkan tim teknis untuk membuat kajian terkait pengadaan peralatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk bidang teknologi pendidikan.
“Nah, tujuannya apa? Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome, atau yang dikenal dengan Chromebook. Padahal, penggunaan tersebut bukan menjadi kebutuhan utama pada saat itu,” jelasnya.
Menurut Harli, pada tahun 2019, sebenarnya telah dilakukan uji coba terhadap penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa penerapan tersebut tidak efektif. Meskipun demikian, proyek pengadaan tetap dilanjutkan kemudian.
“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa Chromebook berbasis internet, sementara di Indonesia, koneksi internet belum merata, terutama di daerah-daerah. Sehingga, diduga ada persekongkolan di situ, karena pada tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba dan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook kurang tepat,” ungkapnya lebih lanjut.
Dari segi anggaran, diketahui bahwa dana yang telah digelontorkan mencapai Rp9,9 triliun lebih, mendekati angka Rp10 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Dan perlu juga saya sampaikan bahwa pada tanggal 21 Mei yang lalu, penyidik, setelah menaikkan status penanganan perkara ke penyidikan, telah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan,” kata Harli.
Sejauh ini, sudah ada dua lokasi yang menjadi sasaran penggeledahan, yaitu di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2. Penyidik juga telah menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik yang relevan dengan kasus ini.
Sementara itu, kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan Chromebook ini sebelumnya juga sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harli menjelaskan bahwa penyidik akan melakukan pemilahan untuk melihat perkembangan penanganan perkara di instansi lainnya.
“Kalau misalnya di sana sudah ditangani sampai proses penuntutan atau persidangan, mungkin tinggal memilah saja mana yang sudah ditangani dan mana yang belum. Tetapi jika belum, karena dari total anggaran ini sekitar Rp9,9 triliun, hampir Rp10 triliun ini, mungkin itu yang akan didalami, dikaji, dan dilihat ke daerah mana saja,” Harli menandaskan.