Bos Sritex Iwan Kurniawan Diperiksa Kejagung!

Admin

22/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama (Dirut) PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, pada hari ini, Selasa (10/6/2025). Pemeriksaan ini berkaitan dengan dugaan korupsi dalam penerimaan kredit dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB), Bank Banten, serta PT DKI Jakarta kepada PT Sritex Tbk.

“Rencananya demikian (pemeriksaan hari ini),” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi.

Meskipun demikian, Harli menyatakan bahwa pihaknya belum mendapatkan konfirmasi apakah Iwan Kurniawan Lukminto akan memenuhi panggilan tersebut. Meski begitu, penyidik Kejagung telah mengatur jadwal pemeriksaan terhadap petinggi Sritex itu pada pagi hari ini.

“Kita tunggu saja perkembangannya, ya. Jadwalnya pukul 09.00 WIB,” tutur Harli.

Selain Iwan Kurniawan Lukminto, Kejagung juga menetapkan DS, yang menjabat sebagai pemimpin Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten pada tahun 2020, serta YM, Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta pada tahun yang sama, sebagai tersangka.

Diketahui bahwa saat dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi, Iwan Lukminto menduduki posisi sebagai direktur utama.

Kronologi Kasus Dugaan Korupsi

Akibat tindakan yang merugikan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp692 miliar. Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, memberikan penjelasan mengenai duduk perkara kasus ini.

“PT Sri Rejeki Isman Tbk adalah sebuah perseroan terbatas yang bergerak di bidang industri tekstil dan produk tekstil. Komposisi kepemilikan sahamnya terdiri dari PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03% dan masyarakat, karena statusnya sebagai perusahaan TBK, sebesar 40,97%,” jelas Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu malam (21/5/2025).

Qohar melanjutkan, berdasarkan laporan keuangan Sritex, tercatat kerugian mencapai USD1,08 miliar atau setara dengan Rp15,65 triliun pada tahun 2021.

“Padahal, pada tahun 2020 sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman masih membukukan keuntungan sebesar USD 85,32 juta atau setara dengan Rp1,24 triliun,” paparnya.

“Terdapat indikasi kejanggalan, di mana dalam satu tahun perusahaan mengalami keuntungan yang sangat signifikan, namun pada tahun berikutnya justru mengalami kerugian yang sangat besar,” imbuh Qohar.

Lebih lanjut, ditemukan total understanding atau tagihan hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 yang dimiliki oleh Sritex beserta entitas anak perusahaannya.

“Utang tersebut berasal dari sejumlah bank pemerintah, baik Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) maupun Bank Milik Pemerintah Daerah,” jelas Qohar.

Selain itu, Sritex juga menerima kucuran kredit dari 20 bank swasta. “Dalam proses pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, diduga telah memberikan kredit secara melawan hukum,” tegas Qohar.

Hal ini disebabkan karena tidak dilakukannya analisis yang memadai serta tidak ditaatinya prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja, karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Kit dan Modis menunjukkan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi.

“Padahal, seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A,” ungkapnya.

Sementara itu, ISL selaku Direktur Utama Sritex diduga tidak menggunakan dana pinjaman dari Bank BJB dan Banten sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit.

“Melainkan disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif, sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya,” beber Qohar.

Kemudian, PT Sritex Tbk dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang melalui putusan nomor perkara 2/PDT.SUS- homologasi/2024/PN Niaga Semarang.

“Bahwa akibat adanya pemberian kredit yang melawan hukum tersebut, yang dilakukan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman TBK, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp692.980.592.188 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.”

Sumber: Liputanku