MasterV, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka lebar peluang untuk memeriksa mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alat penunjang Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) berupa laptop Chromebook, atau Chrome OS, di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Nadiem Makarim dapat dilakukan demi memperjelas proses penyidikan.
“Siapa pun, atau pihak mana pun, yang dianggap penting oleh penyidik untuk memberikan keterangan yang dapat memperjelas tindak pidana ini, tentu saja dapat diperiksa. Sepanjang hal tersebut menjadi kebutuhan dalam penyidikan,” ujar Harli di Kantor Kejagung, Jakarta, pada hari Selasa (3/6/2025).
“Perlu dipahami bahwa siapa pun dan pihak mana pun yang keterangannya dianggap krusial oleh penyidik untuk mengungkap kebenaran dalam tindak pidana ini, maka keterangan yang bersangkutan sangat diperlukan,” lanjutnya, menegaskan pentingnya keterangan saksi dalam proses hukum.
Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini sedang aktif mengusut tuntas kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk periode tahun 2019-2023.
“Benar bahwa jajaran Jampidsus, melalui penyidik, pada tanggal 20 Mei 2025, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 dan seterusnya, tanggal 20 Mei 2025, telah meningkatkan status penanganan perkara,” ungkap Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kejagung, Jakarta Selatan, pada hari Senin (26/5).
“Peningkatan status penanganan perkara ini dilakukan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan, terkait dugaan tindak pidana korupsi di Kemendikbudristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” sambungnya, menjelaskan tahapan penanganan perkara.
Harli menjelaskan lebih rinci mengenai posisi kasus ini, mengungkapkan adanya dugaan persekongkolan atau permufakatan jahat yang melibatkan berbagai pihak. Modusnya adalah dengan mengarahkan tim teknis untuk membuat kajian terkait pengadaan peralatan TIK untuk mendukung teknologi pendidikan.
“Tujuannya apa? Agar diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome, yaitu Chromebook. Padahal, penggunaan Chromebook tersebut bukanlah kebutuhan yang mendesak pada saat itu,” jelasnya, menyoroti adanya kejanggalan dalam pengadaan.
Menurut Harli, pada tahun 2019, sebenarnya telah dilakukan uji coba terhadap penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa upaya tersebut tidak efektif. Anehnya, proyek pengadaan Chromebook malah tetap dilanjutkan.
“Mengapa tidak efektif? Karena kita semua tahu bahwa Chromebook berbasis internet, sementara di Indonesia, koneksi internet belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Sehingga, muncul dugaan adanya persekongkolan di situ. Karena, pada tahun-tahun sebelumnya, sudah dilakukan uji coba dan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook kurang tepat,” ungkapnya, menekankan adanya indikasi kecurangan.
Dari segi anggaran, diketahui bahwa dana yang telah digelontorkan mencapai Rp9,9 triliun lebih, hampir mendekati Rp10 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Perlu saya sampaikan juga bahwa pada tanggal 21 Mei yang lalu, setelah menaikkan status penanganan perkara ke penyidikan, penyidik telah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan,” kata Harli, menjelaskan langkah-langkah yang telah diambil.
Sumber: Liputanku