Kejagung Bantah Nadiem Makarim Jadi DPO Laptop!

Admin

10/06/2025

3
Min Read

On This Post

Kejaksaan Agung (Kejagung) secara tegas membantah informasi yang tidak benar terkait mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, yang dikabarkan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Informasi tersebut beredar luas sehubungan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di lingkungan Kemendikbudristek pada periode 2019-2022. Kejagung menegaskan bahwa berita yang ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial itu sepenuhnya tidak valid.

“Tidak benar bahwa kami menyatakan (Nadiem Makarim) sebagai DPO,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, kepada awak media di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (2/6/2025).

Dalam sebuah video yang viral di media sosial, terdapat narasi yang menyebutkan adanya penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di sebuah apartemen. Narasi tersebut mengklaim bahwa apartemen yang digeledah adalah milik Nadiem Makarim.

Dengan lugas, Harli Siregar menyatakan bahwa video yang beredar tersebut sama sekali tidak menunjukkan penggeledahan di apartemen milik Nadiem Makarim. Dengan kata lain, kabar mengenai penggeledahan terhadap Nadiem Makarim adalah tidak benar.

“Kami tidak melakukan penggeledahan di kediaman yang bersangkutan,” imbuh Harli dengan nada tegas.

Lebih lanjut, Harli menjelaskan bahwa penggeledahan sebenarnya dilakukan di apartemen milik salah seorang mantan staf khusus (stafsus) dari Nadiem Makarim yang berinisial FH, yang masih terkait dengan kasus yang sama. Namun, video yang beredar justru menggambarkan seolah-olah apartemen tersebut adalah milik Nadiem Makarim, bahkan menarasikan bahwa Nadiem telah masuk DPO dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook.

Tidak hanya itu, video yang beredar juga menyebutkan bahwa Nadiem Makarim diduga melakukan korupsi dengan nilai mencapai hampir Rp 10 triliun. Dalam video tersebut, juga dinarasikan bahwa penyidik dikawal oleh personel TNI saat melakukan penggeledahan dan menemukan sejumlah barang bukti.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) memang telah melakukan penggeledahan di dua apartemen yang terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk digitalisasi pendidikan senilai Rp 9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2019-2022. Kedua apartemen tersebut berlokasi di wilayah Jakarta Selatan.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, merinci bahwa dua lokasi penggeledahan tersebut berada di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2. Keduanya adalah milik Staf Khusus Eks Menteri Dikbudristek.

“Apartemen Kuningan Place adalah kediaman saudari FH, yang merupakan Staf Khusus Menteri Dikbudristek. Sementara Apartemen Ciputra World 2 Tower Orchard adalah kediaman saudari JT, yang juga merupakan Staf Khusus Menteri Dikbudristek,” jelas Harli kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (26/5).

Dari kedua penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik. Harli menyebutkan bahwa barang-barang tersebut akan didalami lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitannya dengan perkara yang sedang ditangani oleh penyidik.

“Seperti yang selalu kami sampaikan, terhadap penyitaan ini, barang-barang yang disita tentu akan dibuka, dibaca, dan dianalisis untuk mengetahui kaitan-kaitannya dengan peristiwa pidana ini,” terang Harli.

Kejagung sendiri telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan ini sejak Selasa (20/5). Diduga terdapat persekongkolan atau pemufakatan jahat yang dilakukan oleh berbagai pihak.

“Dengan cara mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan TIK supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada *operating system* Chromebook,” ungkap Harli kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (26/5).

Padahal, menurut Harli, hal tersebut bukanlah kebutuhan utama siswa pada saat itu. Terlebih lagi, pada tahun 2019, penggunaan laptop yang berbasis pada *operating system* Chromebook tersebut sudah diuji coba dan hasilnya menunjukkan bahwa hal itu tidak efektif.

“Karena kita tahu bahwa Chromebook berbasis internet, sementara di Indonesia, koneksi internet belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Sehingga diduga ada persekongkolan di situ,” jelas Harli.

Harli mengungkapkan bahwa proyek tersebut menghabiskan anggaran negara hingga mencapai Rp 9,9 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 3,5 triliun yang berasal dari satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK).

Simak Video ’28 Saksi Diperiksa di Kasus Korupsi Kemendikbudristek, Ada Stafsus Nadiem’: