Kejaksaan Agung (Kejagung) terus berupaya menuntaskan pengusutan kasus korupsi terkait kredit bank PT Sritex, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 692 miliar. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) memberikan dorongan kepada Kejagung untuk mengusut secara mendalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang mungkin tersembunyi di balik kasus yang tengah berjalan ini.
"Menurut pandangan saya, hingga saat ini, Kejagung telah berada di jalur yang benar (on the track). Ini merupakan langkah maju yang signifikan, mengingat Sritex, yang mengalami kebangkrutan, justru berhasil diungkap dugaan korupsinya oleh Kejagung. Oleh karena itu, pengusutan tuntas menjadi suatu keharusan. Bagaimana caranya? Dengan menempelkan atau menggabungkannya dengan kasus pencucian uang," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada awak media pada hari Selasa, 3 Juni 2025.
Boyamin berpendapat bahwa pengejaran terhadap perkara pencucian uang merupakan langkah penting yang harus diambil oleh Kejagung. Hal ini bertujuan untuk menelusuri aliran dana yang berasal dari tindak korupsi dalam kasus ini. Ia menyinggung mengenai PT Sritex yang sebelumnya dikabarkan memperoleh keuntungan, namun pada kenyataannya mengalami kerugian.
"Mengapa demikian? Tujuannya adalah untuk menelusuri aliran dana dari hasil pinjaman bank-bank BUMN atau BUMD, digunakan untuk keperluan apa saja, serta bagaimana prosesnya. Sebab, muncul pertanyaan, mengapa perusahaan yang katanya untung, justru mengalami kerugian. Hal ini juga berkaitan dengan upaya memaksimalkan pengembalian kerugian negara. Melalui pencucian uang, kita dapat menelusuri ke mana dana tersebut dibelanjakan dan untuk apa digunakan," jelasnya.
"Seperti yang disampaikan oleh Kejagung sebelumnya, hasil korupsi tersebut diduga digunakan untuk membeli tanah atau properti yang tidak produktif, yang justru memperparah kerugian dan menyebabkan kredit macet. Padahal, seharusnya pinjaman tersebut digunakan untuk menjalankan atau mengembangkan organisasi perusahaan. Inilah yang perlu dilacak melalui mekanisme pencucian uang," lanjutnya.
Lebih lanjut, Boyamin juga mendesak Kejagung untuk mengejar semua pihak yang terlibat, baik kreditur (pihak bank) maupun debitur (jajaran direksi PT Sritex). Dari sisi debitur atau PT Sritex, Boyamin menekankan perlunya Kejagung memeriksa pihak-pihak yang diduga melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan PT Sritex.
"Termasuk pihak yang diduga melakukan manipulasi keuangan, yang semula melaporkan keuntungan, namun ternyata mengalami kerugian, atau sebaliknya. Laporan keuangan Sritex ini merupakan laporan keuangan terbuka, diperdagangkan di bursa saham (TBK). Jika memang ada pihak yang membantu dalam dugaan memanipulasi laporan keuangan tersebut, mereka harus dimintai keterangan dan dimintai pertanggungjawaban. Apabila alat bukti mencukupi, maka statusnya dapat ditingkatkan menjadi tersangka," tegasnya.
"Sebab, tanpa peran pihak yang diduga melakukan manipulasi keuangan, tindakan ini tidak akan terjadi. Manipulasi ini menjadi salah satu faktor yang membuat bank mengucurkan pinjaman, karena laporan keuangan yang tampak masih menguntungkan atau sehat, padahal di dalamnya terdapat kebusukan," sambungnya.
Ia juga menyarankan agar Kejagung mengejar pihak bank dan pihak PT Sritex lainnya yang diduga terlibat dalam pusaran kasus tersebut. "Pihak-pihak yang menjadi sasaran adalah dari kedua belah pihak, yaitu debitur dan kreditur. Beberapa kreditur telah ditetapkan sebagai tersangka, yang berarti berasal dari pihak bank. Apabila dalam pengembangan kasus ditemukan keterlibatan bank lain, atau keterlibatan pihak lain dari bank yang sudah ditetapkan tersangka, maka harus diproses hukum, sehingga bangunan hukumnya menjadi sempurna. Hal yang sama berlaku untuk Sritex, selain direksi, komisaris juga dapat diperiksa, bahkan jika diperlukan, sampai ke jajaran direksi," pungkasnya.