Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyoroti fakta bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia hanya mencapai 17% dari total populasi. Persentase ini dianggap masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI, Akbar Himawan Buchari, mengungkapkan bahwa angka 17% tersebut bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara itu, negara-negara maju seperti China dan Amerika Serikat memiliki persentase kelas menengah di atas 50%.
“Jumlah kelas menengah kita saat ini hanya 17%. Sementara itu, di negara-negara maju, kelas menengah sudah mencapai 55% hingga 60%. Contohnya, di China 55%, dan di Amerika Serikat 60%,” jelas Akbar pada acara Peringatan Hari Kewirausahaan Nasional di Gedung SMESCO, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Akbar menekankan bahwa pertumbuhan jumlah kelas menengah merupakan salah satu prioritas penting bagi HIPMI. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan rasio jumlah pengusaha muda di Indonesia.
Oleh karena itu, HIPMI mengharapkan pemerintah dapat mengambil langkah konkret dengan memberikan afirmasi sebagai stimulus bagi pertumbuhan kelas menengah. Meskipun demikian, Akbar tidak menjelaskan secara spesifik bentuk afirmasi yang dimaksud.
“Kami ingin meminta pemerintah untuk memberikan afirmasi, semacam affirmative action, kepada teman-teman kelas menengah. Selama ini, keberpihakan pemerintah cenderung fokus pada usaha kecil, dengan adanya KUR yang ditujukan untuk memberikan stimulus ekonomi kepada usaha kecil,” tutur Akbar.
“Namun, kita kurang memperhatikan teman-teman usaha kelas menengah agar mereka dapat tumbuh, berkembang, dan pada akhirnya bergabung dengan KADIN seperti Pak Anindya (Ketua Umum KADIN), bahkan menjadi perusahaan besar,” lanjutnya.
Menurut Akbar, pengembangan sektor kelas menengah dapat menjadi momentum penting bagi HIPMI di seluruh Indonesia, para pengusaha muda, dan sektor kewirausahaan secara keseluruhan.
Secara tahunan, HIPMI mencatat pertumbuhan jumlah pengusaha yang berkelanjutan. Akbar menyebutkan bahwa pada awal kepemimpinan Bahlil Lahadalia sebagai Ketua BPP HIPMI pada tahun 2015, jumlah pengusaha hanya sekitar 1,6%. Setelah lebih dari 4,5 tahun, terjadi peningkatan signifikan menjadi 3,6% pada tahun 2019.
“Saat ini, rasio pengusaha kita adalah 3,8%. Fokus utama kita adalah bagaimana kelas menengah dapat tumbuh,” tegasnya.
Sebagai informasi tambahan, pada Oktober 2024, BPS melaporkan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia adalah 17,13% dari total populasi. Dalam angka absolut, pada tahun 2024 terdapat sebanyak 46,85 juta jiwa yang tergolong kelas menengah.
Angka tersebut mengalami penurunan sejak tahun 2019, di mana proporsi kelas menengah mencapai 21,45% atau sejumlah 57,33 juta jiwa. Pada tahun 2021, terjadi penurunan lagi menjadi 19,82% atau 53,83 juta penduduk.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyatakan bahwa kelas menengah ini mengalami penurunan level, menuju kelas menengah bawah dan bahkan rentan miskin.
“Jadi, penurunan kelasnya ada yang satu level, dan ada yang dua level. Level terendah adalah miskin, level kedua adalah rentan miskin, dan level ketiga adalah menuju kelas menengah,” jelas Tauhid kepada detikcom.