MasterV, Jakarta – Indonesia kini menghadapi sebuah anomali iklim yang cukup unik, yaitu fenomena kemarau basah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan bahwa kondisi ini akan terus berlanjut hingga penghujung Agustus 2025. Pertanyaannya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kemarau basah, dan mengapa fenomena ini bisa terjadi di wilayah Indonesia?
Secara sederhana, kemarau basah adalah kondisi cuaca yang menyimpang dari kebiasaan, di mana musim kemarau yang seharusnya identik dengan cuaca kering dan terik justru ditandai dengan tingginya curah hujan. Ini adalah sebuah kontradiksi dari musim kemarau normal yang biasanya bercirikan panas menyengat dan kelembapan udara yang rendah. Bahkan, intensitas hujan selama periode kemarau basah ini dapat melampaui angka 100 milimeter setiap bulannya.
Menurut Deputi Meteorologi BMKG, Bapak Guswanto, kemarau basah adalah sebuah fenomena cuaca yang patut diperhatikan. Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi dampak yang mungkin timbul akibat fenomena kemarau basah ini.
Lebih lanjut, Kepala BMKG, Ibu Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kemarau basah ini disebabkan oleh kombinasi berbagai elemen, baik yang bersifat lokal maupun global. Elemen-elemen inilah yang kemudian memengaruhi dinamika atmosfer di seluruh wilayah Indonesia, sehingga mengakibatkan curah hujan tetap tinggi meskipun seharusnya berada dalam musim kemarau.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah kenaikan suhu permukaan laut di perairan Indonesia. Peningkatan suhu ini menyebabkan laju penguapan air laut meningkat, yang pada gilirannya memperbesar kemungkinan terbentuknya awan konvektif yang menghasilkan hujan. Selain itu, fenomena-fenomena global seperti El Nino dan La Nina juga turut memainkan peran penting dalam memengaruhi kondisi ini.
Saat ini, Indonesia juga tengah berada dalam masa transisi, atau yang biasa disebut pancaroba, dari musim hujan menuju musim kemarau. Selama periode ini, kondisi cuaca cenderung sulit diprediksi, dengan kecenderungan pagi hingga siang hari relatif cerah berawan, namun kemudian berubah menjadi hujan yang disertai petir pada sore hingga malam hari.
Meskipun pada pandangan pertama curah hujan yang tinggi ini mungkin tampak seperti sebuah keuntungan, kemarau basah berpotensi menimbulkan dampak signifikan pada berbagai sektor. Salah satu dampak yang paling terasa adalah peningkatan risiko terjadinya banjir dan tanah longsor. Curah hujan yang tinggi secara terus-menerus dapat menyebabkan sungai meluap dan membuat kondisi tanah menjadi tidak stabil.
Tidak hanya itu, kemarau basah juga dapat memberikan pengaruh pada sektor pertanian. Perubahan dalam pola tanam dan hasil panen mungkin terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang tidak menentu. Beberapa jenis tanaman mungkin tidak dapat berkembang dengan optimal dalam kondisi yang terlalu lembap.
Menanggapi situasi ini, BMKG mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap berhati-hati dan waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama periode kemarau basah. Masyarakat juga disarankan untuk secara rutin memantau informasi prakiraan cuaca melalui kanal-kanal resmi yang disediakan oleh BMKG.
Dalam menghadapi potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kemarau basah, langkah-langkah antisipasi dan mitigasi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pemerintah daerah dan masyarakat perlu bekerja sama secara sinergis untuk menjaga ketahanan pangan, keselamatan, serta keberlangsungan aktivitas ekonomi.
Beberapa tindakan yang dapat diambil antara lain:
Kemarau basah menjadi sebuah pertanda bahwa perubahan iklim global telah mengubah pola cuaca secara signifikan. Oleh karena itu, upaya adaptasi dan mitigasi perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan dampak negatif pada berbagai sektor.