JAKARTA, MasterV – Pernahkah Anda bertanya-tanya tentang kenapa batu bata harus direndam sebelum digunakan?
"Merendam atau membasahi batu bata sebelum dipasang bermanfaat untuk membersihkannya dari kotoran," jelas Ahli Konstruksi Davy Sukamta kepada MasterV beberapa waktu lalu.
Lanjut pria juga Dewan Pembina Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) itu, merendam batu bata dilakukan agar material tersebut jenuh air sehingga tidak menyerap air semen.
Pasalnya, batu bata merupakan bahan bangunan yang memiliki sifat menyerap air dari mortar yang berfungsi merekatkan batu bata.
Sehingga, apabila air telah terserap di batu bata, maka reaksi pengikatan dengan semen tidak dapat berjalan sempurna. Ini menyebabkan kekuatan mortar menjadi turun.
Berapa Lama Batu Bata Harus Direndam?
Durasi waktu merendam batu bata juga perlu diperhatikan. Karena batu bata tidak boleh direndam terlalu lama.
"Kalau terlalu lama direndam, malah si batu batanya jadi melemah," kata Davy melanjutkan.
Menurut Buku Saku Petunjuk Konstruksi Bangunan Sederhana 2023 yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), lama waktu batu bata direndam adalah sekitar 5–10 menit hingga tercapai kondisi yang dikenal dengan istilah jenuh permukaan kering.
Artinya, batu bata sudah cukup menyerap air tetapi permukaannya tidak basah atau meneteskan air lagi.
Setelah proses perendaman, batu bata perlu dikeringkan sebentar sebelum dipasang.
Apa Kekurangan Batu Bata?
Meskipun populer, batu bata memiliki sejumlah kekurangan yang signifikan, terutama jika dianalisis dari perspektif saintifik berdasarkan sifat material, performa struktural, dan dampak lingkungan.
Batu bata terbuat dari tanah liat yang dibentuk, dikeringkan, dan dibakar pada suhu tinggi (900–1.200°C) hingga mengeras. Ukuran standar di Indonesia sekitar 23 x 11 x 5 cm, dengan berat 2–3 kg per unit.
Material ini dikenal karena kuat tekan tinggi (5–15 MPa) dan ketahanan jangka panjang, tetapi memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan.
Batu bata merah memiliki porositas 10–20 persen, tergantung pada kualitas pembakaran (Journal of Materials in Civil Engineering, 2020).
Porositas ini menyebabkan penyerapan air hingga 15–20 persen dari berat keringnya, jauh lebih tinggi dibandingkan beton aerasi (AAC) yang memiliki pori tertutup.
Penyerapan air tinggi meningkatkan risiko rembesan, kerusakan plesteran, dan pertumbuhan lumut pada dinding.
Di daerah dengan curah hujan tinggi, dinding bata merah rentan terhadap kelembapan tanpa pelapisan aci (plester) tebal (1–2 cm) dan cat tahan air, yang menambah biaya (Rp 50.000–Rp 100.000/meter persegi).