Kenapa ‘Cuaca Besok’ Jadi Pencarian Populer Tiap Malam?

Admin

14/06/2025

2
Min Read

Salah satu aktivitas daring yang populer di kalangan warganet, khususnya di malam hari, adalah mencari tahu perkiraan cuaca untuk esok hari. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Google Trend, terlihat adanya peningkatan signifikan dalam pencarian terkait “cuaca besok” yang mulai melonjak sejak pukul 8 malam dan mencapai titik tertinggi pada pukul 9 malam.

Tren pencarian ini kemudian menunjukkan penurunan sekitar pukul 12 malam, seiring dengan semakin banyaknya orang yang beristirahat. Dapat disimpulkan bahwa motif utama di balik pencarian “cuaca besok” adalah keinginan untuk mengantisipasi kondisi cuaca, apakah akan terjadi panas terik atau hujan deras, sehingga langkah-langkah persiapan dapat diambil sejak dini. Misalnya, menyiapkan payung atau jas hujan apabila ramalan cuaca mengindikasikan potensi hujan di hari berikutnya.

Saat ini, mendapatkan informasi mengenai prakiraan cuaca untuk esok hari, bahkan hingga beberapa hari mendatang, bukanlah suatu hal yang sulit. Cukup dengan mengetikkan kata kunci “cuaca besok” di mesin pencari Google, maka perkiraan cuaca secara otomatis akan ditampilkan, lengkap dengan informasi wilayah yang relevan.

Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan data akurat yang disediakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang memang memiliki tugas utama untuk melakukan pengamatan cuaca secara intensif. BMKG menyediakan informasi kondisi cuaca, termasuk prakiraan untuk beberapa hari ke depan. Meskipun saat ini Indonesia telah memasuki musim kemarau, curah hujan masih sering terjadi di berbagai wilayah.

Baru-baru ini, BMKG menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan musim kemarau di Indonesia belum merata dan potensi cuaca ekstrem masih terus mengintai. Secara klimatologis, BMKG menyatakan bahwa Indonesia telah memasuki musim kemarau. Salah satu penyebab ketidakmerataan musim kemarau ini adalah lemahnya angin monsun Australia.

“Lemahnya angin monsun Australia, terutama di wilayah selatan Indonesia, berdampak pada musim kemarau yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia,” demikian pernyataan BMKG yang dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi mereka.

Berdasarkan pantauan BMKG pada akhir Mei 2025, indeks monsun Australia masih berada di bawah nilai klimatologisnya. Melemahnya angin musim kemarau ini menyebabkan massa udara kering tertahan di wilayah Samudra Hindia, mulai dari selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain itu, kondisi ini juga memicu terbentuknya daerah-daerah perlambatan angin (konvergensi) dan pertemuan angin (konfluensi) di sekitar garis khatulistiwa. Akibatnya, terjadi pertumbuhan awan konvektif di wilayah-wilayah tersebut.

Awan konvektif seringkali menyebabkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Dalam beberapa kasus, awan ini dapat berkembang menjadi badai yang disertai angin kencang, petir, dan bahkan hujan es.

Video Kondisi Lahan BMKG di Tangsel yang Diduduki GRIB Jaya

Video Kondisi Lahan BMKG di Tangsel yang Diduduki GRIB Jaya