KKP Turun Tangan: Tambang Nikel Ancam Raja Ampat!

Admin

14/06/2025

3
Min Read

JAKARTA, MasterV – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah cepat dengan mengirimkan tim pengawas ke Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil menyusul meningkatnya kekhawatiran mengenai aktivitas penambangan nikel di wilayah tersebut, yang berpotensi merusak kelestarian ekosistem laut dan darat yang menjadi daya tarik utama pariwisata dunia.

Tim yang terdiri dari Polisi Khusus (Polsus) KKP saat ini sedang melakukan pemeriksaan intensif terhadap beberapa lokasi tambang nikel. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak langsung maupun tidak langsung dari aktivitas penambangan terhadap kawasan pesisir Raja Ampat, termasuk Pulau Gag, Kawe, Manuran, hingga Batang Pele.

“Tim dari Polsus telah kami terjunkan ke lapangan. Kami akan menunggu hasil pemeriksaan yang komprehensif,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono atau Ipunk, di kantor KKP, Kamis (5/6/2025).

MasterV/ZINTAN PRIHATINI Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono, memberikan penjelasan terkait isu pertambangan nikel. Ia menjelaskan bahwa meskipun sebagian besar aktivitas tambang nikel tidak berlokasi persis di pesisir, indikasi kerusakan akibat limpasan tanah dan sedimentasi yang berdampak negatif pada ekosistem terumbu karang tidak dapat diabaikan.

Proses pemeriksaan masih berlangsung, dan laporan resmi akan dipublikasikan setelah tim menyelesaikan tugasnya.

“Ya, (perlindungan) akan diperketat. Ini adalah ikon pariwisata kita,” tegas Ipunk, merujuk pada status Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wisata super prioritas nasional.

Laporan Greenpeace

Laporan yang dirilis oleh Greenpeace Indonesia pada awal Juni 2025 menyoroti aktivitas pertambangan di beberapa pulau kecil di Raja Ampat, seperti Gag, Kawe, dan Manuran. Aktivitas ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Disebutkan bahwa eksplorasi dan eksploitasi tambang nikel di pulau-pulau tersebut telah menyebabkan pembabatan lebih dari 500 hektare hutan tropis dan vegetasi alami khas Papua.

Liputanku mendokumentasikan adanya sedimentasi dan perubahan bentang alam pesisir yang berpotensi besar mengancam keberadaan terumbu karang serta spesies endemik lainnya.

“Saat ini, tambang nikel menjadi ancaman bagi Raja Ampat, Papua, wilayah dengan keanekaragaman hayati yang sangat kaya dan sering disebut sebagai surga terakhir di bumi,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik.

Greenpeace mendesak pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan industrialisasi nikel. Kebijakan ini dinilai belum mempertimbangkan daya dukung ekologis kawasan timur Indonesia.

Koordinasi Lintas Kementerian untuk Raja Ampat

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan komitmennya untuk segera berkoordinasi dengan sejumlah kementerian terkait, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Terkait masalah nikel di Raja Ampat, tentu saja akan dikoordinasikan lintas kementerian,” tegasnya.

Raja Ampat dikenal luas sebagai wilayah dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kawasan ini merupakan rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan lebih dari 2.500 spesies ikan.

Di daratan, terdapat 47 spesies mamalia dan 274 jenis burung. UNESCO telah mengakui Raja Ampat sebagai bagian dari jaringan geopark global sejak tahun 2021.