Klinik Haji RI Boleh Beroperasi! Catatan Penting Saudi

Admin

09/06/2025

4
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Ketua Amirul Hajj, yang juga menjabat sebagai Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengadakan pertemuan penting dengan Menteri Kesehatan Arab Saudi pada hari Minggu, 1 Juni 2025. Dalam pertemuan tersebut, pihak Arab Saudi menyampaikan keprihatinannya terkait tingginya angka jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci sebelum pelaksanaan puncak haji.

Menurut data dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) pada hari ini, tercatat hingga pukul 19.00 WAS, jumlah jemaah haji Indonesia yang telah wafat mencapai 115 orang. Mayoritas dari angka tersebut, sekitar 55,7 persen, adalah jemaah lansia dengan usia 65 tahun ke atas.

"Oleh karena itu, mereka menanyakan mengenai jumlah dokter yang disertakan dalam rombongan haji. Selain itu, mereka juga mempertanyakan bagaimana sistem penyeleksian kesehatan (istithaah) sebelum keberangkatan, apakah dijalankan dengan kedisiplinan seperti tahun sebelumnya," jelas Menteri Agama (Menag) saat ditemui di Media Center Haji 2025 di Makkah.

"Mereka juga menanyakan perihal jumlah perawat dan dokter, apakah jumlahnya sama dengan tahun lalu," tambahnya.

Dalam pertemuan yang dihadiri pula oleh anggota Amirul Hajj sekaligus Kepala BPOM, Taruna Ikar, terungkap bahwa dokter-dokter Indonesia yang bertugas sebagai petugas haji dilarang melakukan observasi atau perawatan pasien di klinik-klinik kesehatan haji Indonesia di Arab Saudi. Hal ini mengakibatkan keengganan sebagian jemaah haji Indonesia yang sakit untuk mencari pengobatan.

"Pertama, kendala bahasa menjadi masalah utama. Jangankan bahasa Arab, bahasa Inggris, bahkan bahasa Indonesia pun tidak sepenuhnya mereka pahami, sehingga harus menggunakan bahasa lokal. Kondisi ini tentu menyulitkan. Akibatnya, banyak jemaah yang menahan sakit dan enggan pergi ke rumah sakit," ungkap Nasaruddin.

Oleh karena itu, lanjut Nasaruddin, pihak Indonesia mengajukan permohonan agar diberikan kesempatan untuk merawat jemaah haji Indonesia di klinik haji, tanpa harus langsung dirujuk ke fasilitas kesehatan milik Arab Saudi.

"Banyak jemaah yang merasa tertekan dalam situasi tersebut. Mereka menahan rasa sakit karena khawatir pergi ke rumah sakit tanpa pendampingan, dan mereka merasa lebih nyaman jika diobati oleh dokter-dokter Indonesia," tutur Menag.

Menanggapi pertimbangan tersebut, Menteri Kesehatan Arab Saudi akhirnya menyetujui izin operasional klinik haji Indonesia. Dokter-dokter yang bertugas diizinkan untuk mengobati jemaah haji yang sakit di klinik. "Namun, apabila ada kasus gawat darurat, tidak ada pilihan lain selain segera dibawa ke rumah sakit," imbuh Menag.

Beliau menyampaikan bahwa Menteri Kesehatan Arab Saudi, Fahad bin Abdurrahman Al-Jalajel, sangat kooperatif terhadap pihak Indonesia. Meskipun demikian, kekhawatiran dari pihak Arab Saudi menjadi bahan introspeksi bagi Indonesia untuk memperketat persyaratan kesehatan (istithaah) bagi seluruh calon jemaah sebelum keberangkatan.

"Kita diberikan semacam arahan. Oleh karena itu, saya berharap catatan-catatan yang diberikan kepada kita akan menjadi pembelajaran berharga untuk tahun-tahun mendatang," kata Nasaruddin.

Hal serupa sebelumnya juga disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Pengelola Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak. Beliau menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penataan ulang terkait dengan istitha'ah (kesehatan) jemaah yang akan melaksanakan ibadah haji.

"Jadi, ini menjadi perhatian khusus bagi kami. Selain itu, perhatian lainnya adalah terkait dengan istitha'ah, kesehatan. Ternyata masih banyak jemaah haji kita yang menggunakan data kesehatan yang tidak sesuai," jelas Dahnil.

Mantan Ketum PP Muhammadiyah tersebut juga menyampaikan apresiasinya kepada Kerajaan Arab Saudi atas perbaikan pelayanan dan pengetatan kebijakan yang dilakukan. "Kerajaan Arab Saudi sungguh-sungguh ingin melakukan perbaikan pelayanan, dan hal ini sangat kami apresiasi," ujarnya.

Berdasarkan pantauan MasterV selama bertugas di Daker Bandara Arab Saudi, seluruh pasien yang sakit segera dilarikan ke klinik bandara. Tenaga kesehatan di kloter umumnya akan mendampingi pasien hingga diizinkan keluar dari klinik.

Bagi pasien yang telah pulih namun belum tersedia transportasi untuk mengangkut jemaah ke hotel, biasanya mereka ditempatkan di pos kesehatan Bandara Internasional King Abdulaziz Jeddah. Di pos tersebut, dokter akan memantau kondisi jemaah sambil memberikan kesempatan untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.

PPIH Arab Saudi telah menyiapkan skema safari wukuf bagi jemaah haji yang berada dalam kondisi sakit dan tidak memungkinkan untuk melaksanakan wukuf secara reguler. Jemaah akan diberangkatkan ke Arafah menggunakan ambulans dan menetap di Arafah selama beberapa saat.

Sedangkan bagi jemaah yang wafat sebelum wukuf akan dibadalhajikan oleh petugas resmi yang ditugaskan oleh pemerintah. "Hak mereka untuk melaksanakan ibadah haji tetap dijamin secara syariat," ungkapnya.

Selama jemaah haji menjalani puncak ibadah haji di Armuzna, pemerintah menyediakan pos kesehatan di Arafah dan Mina, masing-masing delapan pos. Jemaah dapat mengunjungi pos-pos tersebut untuk memperoleh layanan kesehatan.

"Tersedia pos kesehatan mobile yang siaga melayani di jalur atas maupun bawah Jamarat. Kami juga telah menyiapkan 15 unit ambulans yang telah memenuhi standar medis untuk keperluan evakuasi atau rujukan lebih lanjut," jelas Sekjen Kemenag, Kamaruddin Amin, di Makkah, Minggu (1/6/2025).

Kamaruddin mengajak seluruh jemaah untuk terus menjaga kekompakan, mengikuti arahan petugas, dan memperbanyak doa. "Semoga kita semua dimudahkan dalam menunaikan ibadah haji secara sempurna, dan kembali ke Tanah Air sebagai haji yang mabrur," ucapnya.