Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa hampir seluruh fraksi di Komisi VI DPR memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif pembentukan koperasi desa/kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih. MenkopUKM Budi Arie berkomitmen untuk menjaga integritas program tersebut.
"Kita telah mencapai beberapa kesepakatan penting, terutama dalam hal menjaga kredibilitas program Kopdes Merah Putih ini. Upaya mitigasi risiko akan terus dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan dampak negatif di tingkat implementasi," jelas MenkopUKM saat rapat bersama Komisi VI DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (26/5).
Pembentukan Koperasi Merah Putih ini bertujuan mulia, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat, memajukan perekonomian desa, serta mengentaskan kemiskinan ekstrem yang masih menjadi tantangan di berbagai wilayah pedesaan.
MenkopUKM juga menegaskan bahwa Koperasi Merah Putih adalah milik sepenuhnya warga desa, berbeda dengan BUMDes yang merupakan entitas milik pemerintah desa. Dengan demikian, tidak akan terjadi tumpang tindih atau persaingan yang kontraproduktif. "Fokus kami adalah bagaimana Kopdes Merah Putih dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh warga desa," tambah Budi Arie.
Oleh karena itu, MenkopUKM mendorong Koperasi Merah Putih untuk menjalin sinergi dengan berbagai pihak, termasuk BUMDes. Sebagai lembaga ekonomi desa, Koperasi Merah Putih harus diperkuat, diberikan ruang yang cukup, dan kesempatan untuk terus berkembang.
Menurut MenkopUKM, potensi desa harus dioptimalkan, tidak hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen yang aktif. "Kami berharap Kopdes Merah Putih dapat menjadi pusat distribusi, produksi, dan motor penggerak industri di pedesaan," kata MenkopUKM.
Sejalan dengan pandangan Komisi VI DPR, MenkopUKM menekankan bahwa pengembangan koperasi merah putih tidak hanya berfokus pada aspek kuantitas, tetapi juga kualitas. "Kami akan membangun 80 Kopdes/Kel Merah Putih sebagai proyek percontohan untuk menemukan model bisnis yang paling sesuai dengan karakteristik unik masing-masing desa," jelas MenkopUKM.
Mengenai aspek pembiayaan, MenkopUKM menjelaskan bahwa tersedia plafon kredit dengan nilai mencapai Rp 3 miliar atau lebih, disesuaikan dengan kebutuhan yang tercantum dalam proposal bisnis. "Skema pembiayaan, subsidi bunga, tenor, dan aspek lainnya sedang dalam pembahasan intensif dengan otoritas terkait, seperti Kemenkeu, KemenBUMN, Danantara, dan Bank Indonesia," terang MenkopUKM.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Halid menyampaikan dukungan terhadap pembentukan Koperasi Merah Putih. Namun, ia memberikan catatan bahwa implementasinya harus berlandaskan prinsip transparansi, akuntabilitas, keberlanjutan, dan partisipasi aktif masyarakat, serta tidak hanya terpaku pada pencapaian target kuantitatif.
"Kami juga meminta KemenkopUKM untuk memastikan bahwa pendekatan yang digunakan tidak bersifat *top-down*, tetapi mengedepankan partisipasi, edukasi, dan penguatan kapasitas masyarakat desa secara otentik," tegas Nurdin yang bertindak sebagai pimpinan sidang.
Lebih lanjut, Nurdin menekankan bahwa koperasi desa bukan sekadar program pemerintah, melainkan harus menjadi bagian integral dari gerakan ekonomi rakyat yang tumbuh dari bawah, dimiliki sepenuhnya oleh masyarakat, dan dijalankan secara mandiri oleh mereka.
Meskipun demikian, Komisi VI DPR mengingatkan bahwa jumlah koperasi yang terbentuk bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan pelaksanaan Inpres Nomor Tahun 2025. "Keberhasilan program ini harus diukur dari seberapa jauh koperasi-koperasi tersebut mampu beroperasi secara aktif dan profesional, dengan struktur pengurus yang lengkap, sistem tata kelola yang transparan, dan kegiatan usaha yang nyata," papar Nurdin.
Selain itu, koperasi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan anggotanya, terutama petani, nelayan, pelaku UMKM, serta kelompok rentan di desa/kelurahan. Bahkan, koperasi harus mampu meningkatkan akses masyarakat desa terhadap layanan dasar, seperti pembiayaan terjangkau, sembako dengan harga pantas, dan layanan kesehatan dasar melalui gerai Koperasi Merah Putih.
Koperasi Merah Putih juga harus mampu membangun kemandirian kelembagaan, tidak terus-menerus bergantung pada subsidi pemerintah atau intervensi dari pihak eksternal. "Koperasi harus mampu menjadi institusi ekonomi lokal yang dipercaya dan dimiliki sepenuhnya oleh warga desa/kelurahan itu sendiri," ujar Nurdin.
Sebagai kesimpulan rapat, Komisi VI DPR mendorong pemerintah untuk meningkatkan alokasi anggaran KemenkopUKM yang memadai, sesuai dengan tugas dan fungsi yang diemban, khususnya untuk mempercepat keberhasilan program koperasi desa merah putih.
"Komisi VI DPR RI juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan dan mengubah status kelompok KemenkopUKM menjadi salah satu prioritas utama di pemerintahan periode 2024-2029," pungkas Nurdin.