JAKARTA, Liputanku – Ibu Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menyatakan bahwa wilayah Raja Ampat di Papua Barat Daya didominasi oleh pulau-pulau dengan ukuran relatif kecil.
Oleh sebab itu, berdasarkan undang-undang yang berlaku, kegiatan penambangan di Pulau Gag, Kawe, Manuran, Batangpele, dan pulau-pulau lain di kawasan Raja Ampat tidak diperkenankan.
“Pulau-pulau ini, termasuk Pulau Gag, dikategorikan sebagai pulau kecil yang seharusnya dilindungi dari aktivitas pertambangan sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” jelas Evita dalam pernyataan tertulis yang diterima Liputanku, Senin (9/6/2025).
“Kegiatan penambangan nikel yang berlangsung di pulau-pulau tersebut secara tegas melanggar ketentuan undang-undang,” imbuhnya, menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi.
Evita juga mengingatkan bahwa Raja Ampat merupakan kawasan konservasi yang telah ditetapkan sebagai geopark, sebuah pengakuan atas keunikan geologis dan keanekaragaman hayatinya.
Selain itu, Raja Ampat termasuk dalam daftar kawasan prioritas yang dikembangkan oleh pemerintah sebagai destinasi pariwisata unggulan.
Maka dari itu, menurut Evita, aktivitas pertambangan di wilayah Raja Ampat jelas bertentangan dengan visi pembangunan pariwisata berkelanjutan yang sedang diupayakan.
“Kami berpendapat bahwa kegiatan pertambangan di sana akan selalu menghambat rencana pembangunan pariwisata berkelanjutan. Hal ini perlu diatasi, dan kita semua harus menghindari tindakan yang menyesatkan publik,” tegas Evita.
Politisi dari PDI-P ini mengimbau pemerintah untuk tidak mengorbankan kelestarian alam dan potensi besar yang dimiliki Raja Ampat demi kepentingan sejumlah kecil perusahaan pertambangan.
“Karena jika hal ini dibiarkan berlanjut, dampaknya akan merugikan Raja Ampat, Papua Barat Daya, Papua secara keseluruhan, bahkan Indonesia. Apakah pantas kepentingan yang jauh lebih besar dikorbankan hanya demi keuntungan 3-4 perusahaan tambang nikel?” tanya Evita retoris.
Dia mendesak pemerintah, khususnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat.
Evita juga berharap agar Menteri Bahlil dapat bertindak adil dan tegas dalam menindak perusahaan tambang yang terbukti merusak ekosistem Raja Ampat tanpa adanya pilih kasih.
“Kami menerima banyak pertanyaan dari masyarakat mengenai mengapa Menteri ESDM hanya memberikan sanksi kepada PT Gag Nikel, sementara perusahaan lain tidak, padahal Kementerian Lingkungan Hidup telah menyatakan bahwa keempat perusahaan nikel tersebut melakukan pelanggaran,” ungkap Evita, menyoroti potensi ketidakadilan.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa kegiatan penambangan nikel yang dilakukan oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak menunjukkan adanya masalah yang signifikan.
Pernyataan ini disampaikan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melakukan inspeksi langsung ke lokasi pertambangan bersama dengan timnya.
“Dari pengamatan kami di atas tadi, sedimentasi di area pesisir juga tidak terlihat. Secara keseluruhan, tambang ini sebenarnya tidak menimbulkan masalah,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, saat mendampingi Menteri Bahlil dalam kunjungan ke Pulau Gag, seperti dikutip dari Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Meskipun demikian, Tri menjelaskan bahwa kementerian tetap menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi mendalam di sejumlah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang terletak di Kabupaten Raja Ampat.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan, termasuk yang dijalankan oleh PT Gag Nikel, beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Secara keseluruhan, reklamasi di sini juga terlihat cukup baik, tetapi kami tetap akan menunggu laporan dari Inspektur Tambang. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi dasar bagi Menteri ESDM untuk mengambil keputusan selanjutnya,” kata Tri.