JAKARTA, MasterV – Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI), mengungkapkan adanya tekanan dari organisasi kemasyarakatan (ormas) terhadap kinerja jaksa di Bandung dalam penegakan hukum.
“Ambil contoh yang dekat saja, di Bandung. Ada desakan dari masyarakat terkait penanganan kasus korupsi, namun di sisi lain, ada kelompok ormas yang memberikan dukungan kepada pihak yang bermasalah, sehingga proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) menjadi terhambat,” ujar Pujiyono dalam Podcast Gaspol yang Liputanku akses dari kanal YouTube MasterV pada hari Jumat (6/6/2025).
Menurut penilaian Pujiyono, kondisi ini menjadi salah satu hambatan signifikan dalam upaya penanganan berbagai kasus korupsi di sejumlah daerah.
Ia menambahkan bahwa keterbatasan jumlah jaksa tidak hanya dirasakan di wilayah timur Indonesia, melainkan juga di kota-kota besar seperti Bandung.
Pujiyono menjelaskan bahwa dalam menangani kasus korupsi, jaksa seringkali menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok tertentu, yang berakibat pada terganggunya proses pengumpulan data dan bahan keterangan.
Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tersebut menyatakan bahwa gangguan semacam ini menghambat upaya jaksa dalam mengumpulkan bahan keterangan (pulbaket).
Ketua Komjak ini menegaskan bahwa ketika tekanan dan intimidasi muncul di tengah keterbatasan jumlah personel, risiko terhadap keselamatan jaksa akan semakin meningkat.
“Jika mereka tetap bersikeras, taruhannya bisa jadi nyawa,” katanya.
Pujiyono menyoroti bahwa situasi yang lebih pelik terjadi di wilayah seperti Samosir, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku.
Di wilayah-wilayah ini, jumlah jaksa sangat sedikit, bahkan hanya terdapat empat hingga enam orang di setiap kantor kejaksaan negeri (kejari).
“Idealnya, sebuah Kejari harus memiliki Kajari, Kasie, dan Kasubag. Namun, kenyataannya seringkali tidak lengkap. Paling hanya ada Kajari, Kasie Pidsus yang merangkap jabatan karena kekurangan personel,” ungkapnya.