JAKARTA, MasterV – Yuni Asriyanti, seorang Komisioner Komnas Perempuan, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan oknum polisi yang melakukan pemerkosaan terhadap korban pemerkosaan di Polsek Wewewa Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Komnas Perempuan sangat mengecam tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap seorang perempuan yang seharusnya dilindungi, yaitu korban perkosaan yang sedang melaporkan kasusnya," tegas Yuni ketika dihubungi oleh Liputanku, Rabu (11/6/2025).
Yuni menjelaskan bahwa perbuatan ini merupakan sebuah pelanggaran berat yang secara langsung merusak hak dasar atas keamanan dan keadilan yang seharusnya dimiliki setiap individu.
Seharusnya, lanjut Yuni, negara wajib menjamin rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga negaranya, terlebih bagi mereka yang rentan seperti korban dugaan perkosaan.
"Lembaga Kepolisian beserta seluruh aparaturnya, sebagai garda terdepan penegakan hukum, idealnya menjadi tempat berlindung yang aman dan terpercaya bagi masyarakat," ujarnya.
Dengan demikian, setiap warga negara dapat dengan leluasa melapor dan menggunakan hak mereka untuk memperoleh keadilan, dan bukan malah mengalami kekerasan dan pelanggaran yang sama.
"Tragisnya, peristiwa yang terjadi di Sumba Barat Daya ini menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian di lingkungan kantor mereka sendiri, menyusul kejadian serupa yang sebelumnya terjadi di Kupang dan Pacitan," ungkapnya dengan prihatin.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendesak pemerintah dan lembaga layanan setempat untuk segera mengambil tindakan cepat dan terukur dalam upaya memberikan perlindungan dan pemulihan yang komprehensif bagi korban.
Hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang secara jelas mengatur hak-hak korban kekerasan seksual.
Hak-hak tersebut mencakup hak atas penanganan medis dan psikologis, perlindungan dari ancaman dan intimidasi, pemulihan trauma, restitusi kerugian, kompensasi, pendampingan hukum, serta hak untuk tidak disalahkan atau distigma oleh masyarakat.
Karenanya, penting untuk memastikan bahwa layanan bagi korban dapat diakses dengan mudah dan efektif, sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi sepenuhnya.
Sebelumnya, seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, dengan inisial Aipda PS, telah resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.
Penahanan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas dugaan keterlibatannya dalam tindak pidana kekerasan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang datang untuk melapor ke kantor polisi.
Peristiwa ini kemudian menjadi sorotan publik setelah sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).
Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan dengan inisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum anggota polisi saat dirinya melapor sebagai korban pemerkosaan di Polsek Wewewa Selatan.
Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, mengonfirmasi kebenaran adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri tersebut.
Beliau menyatakan bahwa Aipda PS saat ini sedang menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses hukum selanjutnya.
"Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya, yang dimulai sejak hari ini, dengan jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu pelaksanaan sidang Kode Etik Profesi Polri," jelas Harianto saat dikonfirmasi oleh Liputanku, Minggu (8/6/2025).