JAKARTA, MasterV – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyampaikan peringatan serius terkait skema pendanaan untuk program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Mereka menyoroti potensi beban yang akan ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta meningkatnya risiko kredit macet yang dapat menghantui bank-bank Himbara (bank milik negara).
Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, sumber pendanaan untuk mempercepat pembentukan 80.000 Kopdes Merah Putih rencananya akan berasal dari APBN, APBD, anggaran pendapatan dan belanja desa, serta sumber-sumber lainnya yang memungkinkan.
Laporan terbaru dari COREinsight mengungkapkan bahwa pemerintah memperkirakan setiap unit Kopdes Merah Putih membutuhkan anggaran hingga Rp 5 miliar untuk pembentukannya.
Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa untuk merealisasikan pembangunan 80.000 unit Kopdes Merah Putih pada tahun ini, pemerintah memerlukan alokasi anggaran yang sangat besar, mencapai Rp 400 triliun dari APBN.
Inpres Nomor 9 Tahun 2025 secara khusus menugaskan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merumuskan kebijakan terkait pendanaan dan penyaluran dana yang bersumber dari APBN 2025.
Saat ini, terdapat dua skema utama yang sedang dipertimbangkan. Pertama, pendanaan dari APBN akan disalurkan melalui Himbara untuk membiayai infrastruktur awal koperasi. Kedua, skema pembiayaan yang mengandalkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang juga disalurkan melalui Himbara.
Namun, CORE Indonesia memberikan catatan penting bahwa sebagian besar Kopdes Merah Putih ini masih tergolong baru dan belum memiliki pengalaman yang memadai dalam pengelolaan modal usaha. Kondisi ini meningkatkan risiko gagal bayar atau kredit macet secara signifikan.
Oleh karena itu, CORE Indonesia menekankan betapa pentingnya bagi pemerintah untuk bertindak dengan sangat hati-hati dan memastikan bahwa setiap Kopdes Merah Putih yang dibentuk mampu menerapkan tata kelola yang baik, transparan, dan akuntabel. Hal ini krusial untuk mencegah peningkatan kredit macet (non-performing loan) di Himbara. "Sebagian besar koperasi desa ini baru dibentuk, risiko gagal bayar cukup tinggi. Jika tidak dikelola hati-hati, skema ini bisa menurunkan kualitas portofolio kredit perbankan nasional, terutama Himbara," demikian pernyataan dari CORE Indonesia.
Selain itu, CORE Indonesia berpendapat bahwa kehadiran Kopdes Merah Putih juga berpotensi menyulitkan perencanaan dan optimalisasi penggunaan dana desa.
Pendapat ini diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2025 yang mewajibkan desa yang belum memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengalokasikan setidaknya 20 persen dana desa ke koperasi Merah Putih.
CORE Indonesia mengingatkan bahwa kebijakan ini berisiko memperburuk kualitas pembangunan ekonomi desa, karena modal dan sumber daya desa akan terserap untuk program yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan prioritas lokal.
"Semangat koperasi mestinya tumbuh dari partisipasi dan inisiatif warga, bukan lewat instruksi dari pusat," tegas CORE Indonesia, menekankan pentingnya otonomi dan keterlibatan masyarakat.
Sebagai informasi tambahan, pembentukan Kopdes Merah Putih merupakan bagian dari upaya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat desa.
Presiden Prabowo direncanakan akan meluncurkan 80.000 Kopdes Merah Putih pada tanggal 12 Juli 2025, yang bertepatan dengan peringatan Hari Koperasi Nasional. Namun, operasional Kopdes ini baru akan dimulai pada tanggal 28 Oktober 2025.
Berdasarkan pernyataan Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi, hingga tanggal 28 Mei 2025, sebanyak 60.806 unit Kopdes Merah Putih telah berhasil dibentuk.