MasterV, Jakarta – Nadiem Makarim, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), dengan tegas membantah bahwa program pengadaan laptop Chromebook di era kepemimpinannya menyalahi kajian yang ada. Menurutnya, meskipun uji coba memang pernah dilakukan oleh pejabat sebelumnya, target dan sasarannya sangat berbeda.
“Setahu saya, beredar narasi yang menyebutkan bahwa kajian menunjukkan Chromebook tidak cocok untuk diterapkan di sekolah. Saya ingin mengklarifikasi hal ini. Memang benar ada uji coba Chromebook sebelum saya menjabat sebagai menteri. Namun, uji coba tersebut difokuskan pada daerah 3T,” ungkap Nadiem di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
Nadiem menjelaskan lebih lanjut bahwa program pengadaan 1,1 juta laptop yang ia jalankan tidak menargetkan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), berbeda dengan uji coba yang dilakukan oleh pejabat sebelumnya. Kebijakannya hanya menyasar sekolah-sekolah yang telah memiliki akses internet yang memadai.
“Inilah alasan mengapa pengadaan ini tidak hanya mencakup laptop, tetapi juga modem wifi 3G, proyektor, dan perangkat lain yang mendukung akses internet. Jadi, Kemendikbudristek melakukan kajian yang komprehensif, tetapi dengan target bukan daerah 3T. Juknisnya pun sangat jelas, pengadaan hanya boleh diberikan kepada sekolah yang sudah memiliki koneksi internet,” paparnya.
Sementara itu, untuk daerah 3T, Nadiem menyatakan bahwa program yang diimplementasikan adalah Awan Penggerak, sebuah inisiatif untuk membantu sekolah-sekolah di wilayah tersebut mendapatkan koneksi internet.
“Program ini memberikan device khusus, local cloud, kepada sekolah-sekolah yang belum memiliki internet. Ini berbeda dengan program pengadaan Chromebook, yang ditujukan untuk mayoritas sekolah yang sudah memiliki koneksi internet,” jelasnya.
Hotman Paris, kuasa hukum Nadiem, menambahkan bahwa salah satu unsur melawan hukum yang disampaikan oleh Kejagung adalah dugaan perubahan kajian agar pengadaan laptop Chromebook tetap dilaksanakan. Namun, ia menegaskan bahwa uji coba yang dilakukan oleh pejabat sebelumnya dan oleh kliennya merupakan dua hal yang berbeda.
“Ternyata ada dua kajian yang berbeda. Kajian yang pertama itu untuk daerah 3T, daerah yang masih ketinggalan. Kajian itu dilakukan sebelum beliau menjabat sebagai menteri,” tegas Hotman.
Kasus ini terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada tahun 2019-2023. Pemerintah mengalokasikan anggaran yang mencapai hampir Rp10 triliun untuk program ini.
“Bahwa benar jajaran Jampidsus, melalui penyidik, pada tanggal 20 Mei 2025 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 dan seterusnya tanggal 20 Mei 2025 telah meningkatkan status penanganan perkara,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).
“Peningkatan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi pada Kemendikbud Ristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” lanjutnya.
Harli menjelaskan bahwa terdapat dugaan persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak, yang mengarahkan tim teknis untuk membuat kajian terkait pengadaan peralatan TIK untuk ranah teknologi pendidikan.
“Tujuannya adalah agar diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome, atau yang dikenal dengan Chromebook. Padahal, hal ini dinilai bukan menjadi kebutuhan utama pada saat itu,” terangnya.
Menurut Harli, pada tahun 2019 telah dilakukan uji coba terhadap penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan, namun hasilnya tidak efektif. Akan tetapi, proyek pengadaan tetap dilanjutkan.
“Mengapa tidak efektif? Karena Chromebook berbasis internet, sementara koneksi internet di Indonesia belum merata, terutama di daerah-daerah. Sehingga, diduga ada persekongkolan di situ, karena uji coba sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook kurang tepat,” ungkapnya.
Dari sisi anggaran, dana yang digelontorkan mencapai Rp9,9 triliun lebih, hampir mendekati Rp10 triliun, yang terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Saya juga perlu sampaikan bahwa pada tanggal 21 Mei lalu, penyidik setelah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan, telah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan,” kata Harli.
Sejauh ini, sudah ada dua lokasi yang menjadi sasaran penggeledahan, yaitu Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra Wolrd 2. Penyidik menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik di kediaman dua Stafsus Nadiem Makarim, yaitu Fiona Handayani dan Juris Stan.
Sementara itu, kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan Chromebook ini sebelumnya sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harli menjelaskan bahwa penyidik akan memilah perkembangan penanganan perkara di instansi lainnya.
“Jika penanganan di instansi lain sudah sampai proses penuntutan atau persidangan, maka kami akan memilah mana yang sudah ditangani dan mana yang belum. Tetapi jika belum, maka dari total anggaran sekitar Rp9,9 triliun, hampir Rp10 triliun ini, akan kami dalami, kaji, dan telusuri ke daerah mana saja,” pungkas Harli.