MasterV, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan komitmennya untuk melindungi identitas whistleblower, atau pelapor tindak pidana korupsi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan, “KPK memandang pelaporan atau pengaduan sebagai wujud partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi,” seperti yang dikutip dari Liputanku.
Beliau menambahkan bahwa jaminan kerahasiaan ini krusial, mengingat banyak kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh lembaga antirasuah berawal dari informasi yang diberikan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, ditegaskan bahwa KPK secara konsisten tidak akan mempublikasikan detail profil pelapor.
“Tentu saja, yang utama adalah untuk melindungi pelapor dari berbagai potensi ancaman. Selain itu, ini juga merupakan bagian dari strategi KPK dalam melakukan full bucket (pengumpulan informasi lengkap), yang akan berjalan lebih optimal jika identitas pelapor tetap dirahasiakan,” terangnya.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mewajibkan penyelidik dan penyidik untuk memiliki minimal gelar sarjana ilmu hukum.
"Penyelidik dan penyidik idealnya memiliki pendidikan minimal strata satu atau S-1 ilmu hukum, sehingga seluruh aparat penegak hukum memiliki latar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” kata Tanak, seperti dilansir Liputanku.
Menurutnya, ketentuan ini perlu diatur karena saat ini, kualifikasi pendidikan S-1 ilmu hukum belum menjadi persyaratan wajib bagi penyelidik dan penyidik, sementara advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan demikian.
Lebih lanjut, Tanak mengusulkan penghapusan peran penyidik pembantu dalam RUU KUHAP, karena dinilai sudah tidak relevan.
"Durasi penyidikan juga perlu diatur secara jelas dan tegas demi kepastian hukum. Demikian pula, tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus ditetapkan dengan jelas dan tegas agar tercipta kepastian hukum bagi para pencari keadilan," ujarnya.
Ia juga menyarankan agar tenggang waktu penanganan perkara diatur secara spesifik pada tahap penuntutan.
Terakhir, Tanak menekankan pentingnya pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor.
Menurutnya, usulan-usulan ini diajukan karena aturan yang berlaku saat ini merupakan warisan dari era orde lama.
"Di era reformasi ini, perkembangan di berbagai aspek kehidupan semakin pesat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita memperbarui UU KUHAP agar sesuai dengan perkembangan zaman saat ini dan di masa depan," paparnya.
Saat ini, RUU KUHAP tengah dalam pembahasan di Komisi III DPR RI.