8 Tersangka Pemeras TKA, KPK Sikat Eks Dirjen Kemnaker!

Admin

15/06/2025

3
Min Read

On This Post

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi mengumumkan penetapan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Dua di antara para tersangka tersebut diketahui merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).

Pengumuman mengenai delapan nama yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker ini disampaikan oleh pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo. Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah konferensi pers yang digelar di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada hari Kamis, 5 Juni 2025.

“Diduga kuat, mereka melakukan aksi pemerasan terhadap para tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia. Modusnya adalah, para tenaga kerja asing ini, ketika akan memasuki Indonesia untuk bekerja, diwajibkan memiliki izin berupa RPTKA. Kewenangan penerbitan RPTKA ini berada di tangan Dirjen Binapenta. Dari sinilah, disinyalir terdapat celah-celah dalam proses pembuatan RPTKA tersebut,” ungkap Budi dalam konferensi pers tersebut.

Berikut adalah daftar delapan tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker:

1. Suhartono, menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker periode 2020-2023, 2. Haryanto, pernah menjabat sebagai Direktur PPTKA tahun 2019-2024, kemudian menjadi Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025, dan saat ini menduduki posisi Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional, 3. Wisnu Pramono, pernah menjabat sebagai Direktur PPTKA tahun 2017-2019, 4. Devi Angraeni, menjabat sebagai Direktur PPTKA tahun 2024-2025. 5. Gatot Widiartono, menjabat sebagai Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2021-2025 6. Putri Citra Wahyoe, bertugas sebagai Petugas Hotline RPTKA periode 2019 hingga 2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2024-2025 7. Jamal Shodiqin, berprofesi sebagai Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024, serta Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024-2025, 8. Alfa Eshad, berprofesi sebagai Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker sejak 2018 hingga 2025.

Dalam pengembangan kasus ini, KPK berhasil menyita uang tunai senilai Rp 1,9 miliar yang terkait langsung dengan perkara tersebut. Uang dengan nilai fantastis ini disita dari salah seorang tersangka.

Selain penyitaan uang tunai, KPK juga telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi yang dianggap relevan dengan perkara ini. Dari penggeledahan tersebut, KPK turut menyita uang senilai Rp 300 juta beserta sejumlah dokumen penting.

Ketiga lokasi tersebut digeledah pada hari Selasa, 27 Mei. Lokasi pertama yang menjadi sasaran penggeledahan adalah agen penyalur TKA yang berada di kawasan Jakarta Selatan.

Lokasi kedua yang digeledah adalah agen TKA yang berlokasi di Jakarta Timur. Dalam penggeledahan ini, penyidik berhasil menemukan sejumlah data elektronik yang berpotensi menjadi bukti.

Lokasi ketiga yang digeledah adalah kediaman seorang PNS Kemnaker yang terletak di Jakarta Selatan. Dari lokasi ini, KPK menyita dokumen yang memuat informasi mengenai aliran uang, serta uang tunai sebesar Rp 300 juta.

Kasus dugaan korupsi di Kemnaker yang tengah diusut oleh KPK ini berkaitan erat dengan praktik pemerasan dalam proses pengurusan izin penggunaan tenaga kerja asing. Tindak pidana ini diduga terjadi selama periode 2020-2023.

Secara keseluruhan, terdapat delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK menduga kuat bahwa oknum pejabat di Kemnaker terlibat dalam pemerasan terhadap para calon tenaga kerja asing yang berniat untuk bekerja di Indonesia.

Praktik pemerasan di Kemnaker dalam kasus ini disinyalir telah berlangsung sejak tahun 2019. Total uang yang berhasil dikumpulkan dari praktik haram tersebut mencapai angka Rp 53 miliar.