MasterV, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan secara resmi identitas para individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk periode 2019-2023.
Saat ini, total terdapat delapan orang yang statusnya telah ditingkatkan menjadi tersangka. Kedelapan orang tersebut dikenal dengan inisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE.
"SH menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja," jelas Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada hari Kamis (5/6/2025).
Selanjutnya, tersangka HYT adalah Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang kemudian mendapatkan amanah sebagai Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker. Sementara itu, WP menduduki posisi sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Kemudian, DA memegang peran sebagai Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Kemenaker.
"Saudara GW bertugas sebagai Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Ditjen Binapenta dan PKK Kemenaker," ungkap Budi lebih lanjut.
"Adapun tiga orang yang tercantum dalam satu sprindik (surat perintah penyidikan), yaitu saudara PCW, JS, dan AE. Ketiganya merupakan staf di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing," imbuh Budi.
Dari informasi yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa SH pernah menjabat sebagai Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker pada periode 2020–2023.
HYT saat ini adalah Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional. Sebelumnya, HYT sempat menduduki jabatan sebagai Direktur PPTKA Kemenaker pada tahun 2019–2024, serta Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker pada tahun 2024–2025.
Selain itu, terdapat nama Wisnu Pramono (WP) yang menjabat sebagai Direktur PPTKA Kemenaker pada tahun 2017–2019, dan Devi Anggraeni (DA) sebagai Direktur PPTKA Kemenaker pada tahun 2024–2025.
Kemudian, ada pula Gatot Widiartono (GW) yang berperan sebagai Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker pada tahun 2021—2025, serta Putri Citra Wahyoe (PCW) sebagai Petugas Saluran Siaga RPTKA pada tahun 2019—2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemenaker pada tahun 2024—2025.
Terakhir, terdapat Jamal Shodiqin (JS) yang menjabat sebagai Analis TU Direktorat PPTKA pada tahun 2019—2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker pada tahun 2024—2025, serta Alfa Eshad (AE) sebagai Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker pada tahun 2018—2025.
Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) secara resmi telah mengajukan pencegahan terhadap delapan pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang berstatus tersangka dalam kasus korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) tahun 2019-2024, agar tidak bepergian ke luar negeri.
"Maka, pada tanggal 04 Juni 2025, KPK menerbitkan Surat Keputusan Nomor 883 Tahun 2025 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri terhadap 8 (delapan) orang dengan inisial SUH (PNS), HAR (PNS), WP (PNS), GW (PNS), DA (PNS), PCW (PNS), JS (PNS) dan AE (PNS) terkait dengan perkara ini," ujar Plt Jubir KPK, Budi Prasetyo.
Budi menjelaskan bahwa pencegahan ini dilakukan dengan tujuan agar para tersangka bersikap kooperatif selama proses penyidikan kasus berlangsung. Terutama saat penyidik melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan.
Masa pencegahan ini berlaku selama enam bulan ke depan, atau hingga 4 Desember 2025, dan dapat diperpanjang kembali sesuai dengan kebutuhan penyidikan.
"Tindakan pencegahan ke luar negeri ini diambil oleh penyidik karena kehadiran para tersangka di wilayah Indonesia sangat diperlukan dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Keputusan ini berlaku selama 6 (enam) bulan," tegas Budi.
Tindak pidana korupsi ini diketahui telah berlangsung sejak tahun 2019-2024. Para tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap agen TKA saat mereka mengurus dokumen RPTKA. Jumlah total uang yang berhasil dikumpulkan dari hasil pemerasan tersebut mencapai Rp53,7 miliar.
Praktik korupsi dalam pengurusan RPTKA ini terjadi secara terorganisir dan sistematis. Perlu diketahui, RPTKA merupakan dokumen krusial yang memungkinkan TKA untuk bekerja dan menetap di Indonesia secara legal.
Modus pemerasan dilakukan sejak awal proses pengurusan RPTKA oleh agen TKA di Direktorat PPTKA, yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker.
Para tersangka cenderung memprioritaskan para pemohon yang telah memberikan sejumlah uang. Sementara itu, agen yang tidak menyetorkan sejumlah uang akan mengalami proses yang sengaja diperlambat.
Tak jarang, pemohon yang datang langsung ke kantor Kemenaker diminta untuk memberikan 'bantuan' agar proses penerbitan RPTKA dapat dipercepat. Padahal, perusahaan yang terlambat menerbitkan RPTKA dapat dikenakan denda sebesar Rp1 juta.
Para pejabat tinggi seperti SH, HY, WP, dan DA diduga kuat memberikan instruksi kepada para verifikator seperti PCW, ALF, dan JMS untuk menarik sejumlah uang dari para pemohon. Pemohon yang telah menyetorkan uang kemudian akan diberikan jadwal wawancara identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan melalui Skype, dengan jadwal yang ditentukan secara manual.
Jumlah total uang yang berhasil dikumpulkan dalam rentang waktu 2019-2024 mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp53,7 miliar. Tidak hanya delapan tersangka yang menikmati hasil pemerasan tersebut, tetapi diperkirakan ada sekitar 85 pegawai di Direktorat PPTKA yang juga ikut menerima bagian sebesar Rp8,95 miliar.
Berikut adalah rincian pejabat Kemenaker yang menerima uang hasil korupsi tersebut:
Sumber: Merdeka.com