Tips KPR: Hindari Bunga Murah, Pahami Biaya Tersembunyi!

Admin

07/06/2025

2
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sering menjadi jalan keluar untuk merealisasikan mimpi memiliki hunian idaman.

Akan tetapi, masyarakat sebaiknya berhati-hati dan teliti dalam memahami mekanisme KPR, serta tidak gegabah dalam membuat keputusan.

Risza Bambang, seorang Penasihat Keuangan sekaligus Pendiri Oneshildt Financial Planning, menyampaikan bahwa mengambil KPR bukan sekadar terpikat dengan iming-iming bunga rendah, melainkan juga memahami secara komprehensif seluruh komponen biaya yang terlibat.

“Biasanya, pihak bank cenderung hanya mempromosikan suku bunga yang kecil agar cicilan tampak sangat ringan. Padahal, ada banyak faktor lain yang memiliki pengaruh signifikan terhadap transaksi tersebut,” ungkap Risza kepada MasterV, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, beragam biaya seperti administrasi, fidusia, survei, notaris, serta asuransi jiwa dan kebakaran juga perlu diperhitungkan dengan seksama, sebab dapat meningkatkan total uang muka (DP) maupun besaran cicilan bulanan.

Oleh karena itu, Risza menekankan betapa pentingnya memahami skema bunga yang ditawarkan oleh pihak bank.

Selain memahami perbedaan antara bunga tetap (fixed) atau bunga flat, konsumen juga wajib mengetahui bagaimana skema bunga akan berjalan setelah periode fixed berakhir, apakah akan beralih ke bunga mengambang (floating), serta apa yang menjadi acuannya.

“Harus benar-benar jelas, setelah masa fixed berakhir, apakah akan menjadi floating? Lalu, acuannya ke mana? Apakah floating tersebut mengacu pada suku bunga Bank Indonesia, rata-rata bunga pasar, atau indikator lainnya? Semua hal ini harus dijelaskan secara tertulis dalam surat penawaran kredit maupun perjanjian kredit,” tegasnya.

Ia menambahkan, transparansi semacam ini sangat esensial agar konsumen terhindar dari lonjakan cicilan yang mendadak saat masa bunga tetap berakhir.

Antisipasi Kenaikan Bunga Floating

Sementara itu, bagi mereka yang sudah mengambil KPR dan saat ini mengalami lonjakan cicilan akibat penerapan bunga floating,

Risza menyarankan beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan, di antaranya adalah pengajuan restrukturisasi kredit dengan memperpanjang tenor, permohonan penurunan suku bunga floating, hingga pelunasan sebagian utang dan pengajuan kredit yang baru.

“Bisa juga mempertimbangkan *take over* ke bank lain yang menawarkan suku bunga serta biaya-biaya lain yang lebih bersahabat dan terjangkau, atau meminta diskon penalti apabila berencana melakukan pelunasan lebih awal,” imbuhnya.

Sebagai langkah pamungkas, Risza menganjurkan untuk mempertimbangkan penjualan aset likuid guna melunasi utang, atau mengajukan pinjaman kepada keluarga atau perusahaan dengan skema kekeluargaan yang aman secara hukum dan finansial.

“Jadi, kita memang harus ekstra hati-hati dalam melakukan transaksi keuangan. Jangan membuat keputusan hanya berlandaskan informasi yang biasanya dirancang sedemikian rupa agar tampak *favorable* (menguntungkan) bagi konsumen,” pungkasnya.