Kwitang Kini Sepi: Jejak Cinta & Runtuhnya Surga Buku?

Admin

13/06/2025

4
Min Read

On This Post

Cerita Runtuhnya Surga Buku Kwitang, Saksi Bisu Pertemuan Cinta & Rangga

Tempat ini dulunya menjadi saksi bisu pertemuan antara Rangga dan Cinta, di antara tumpukan buku dan jajaran lapak yang berjejer rapi. Kejadian itu terjadi saat Kwitang dan Senen masih menjadi pusat utama bagi para pencinta buku. Namun, bagaimana keadaannya sekarang? Lapak-lapak tersebut masih ada, tetapi jumlah pembeli semakin hari semakin menyusut. Para pedagang kini lebih sering menghabiskan waktu menunggu daripada melayani kedatangan pembeli.

Subhil (55), seorang penjual buku yang telah berjualan di Kwitang sejak tahun 1990, menuturkan bahwa kawasan sentra buku ini dahulu sangat ramai dikunjungi, terutama pada era 1990-an hingga awal 2000-an. Hal ini disebabkan karena kawasan ini menjadi titik pertemuan berbagai moda transportasi umum.

"Dulu, ada beberapa faktor yang menyebabkan keramaian itu. Pertama, di sini dulunya merupakan tempat mangkal bus. Ada PPD dengan aktivitas naik turun penumpangnya di sini, kemudian Metromini, serta angkutan kota lainnya," ujar Subhil kepada detikcom, Rabu (4/6/2025).

"Kwitang menjadi pusat keramaian, tempat orang-orang yang hendak pulang kerja atau berangkat kerja berkumpul. Orang-orang yang ingin menuju Tanah Abang atau Setiabudi naik bus dari sini. Namun, situasinya kini sudah jauh berbeda," lanjutnya.

Selain itu, pada masa tersebut perkembangan teknologi informasi belum semaju seperti sekarang. Pada masa itu, smartphone belum ada dan akses internet masih sangat terbatas, sehingga sumber informasi utama bagi masyarakat saat itu adalah buku, koran, dan majalah.

Kondisi ini menjadikan kawasan ini sangat ramai dipenuhi oleh pedagang buku dan majalah, bahkan sampai harus membuka lapak kaki lima. Keadaan ini berbeda jauh dengan sekarang yang sudah tertib dan sebagian besar lapak berada di dalam bangunan toko.

"Dulu sangat ramai, sampai kebanyakan pedagang berjualan di kaki lima. Seperti saya, dulu berjualan di samping tikungan sana (Jl. Kramat Kwitang dan Jl. Pasar Senen). Walaupun, bisa dibilang, masih kucing-kucingan dengan petugas. Sekarang, kondisi seperti itu sudah tidak ada sama sekali. Sekarang zamannya sudah berubah dengan kehadiran hal-hal baru seperti HP, smartphone yang menyediakan segalanya," jelasnya.

Saking ramai dan terkenalnya, Subhil menyebutkan bahwa pada awal tahun 2000-an, sentra buku Kwitang bahkan sempat menjadi salah satu lokasi pengambilan gambar untuk film ternama 'Ada Apa Dengan Cinta?' atau yang sering disingkat menjadi AADC.

"Alhamdulillah, dulu sangat ramai dan sempat terkenal karena menjadi lokasi syuting film. Bahkan kemarin juga masih ada syuting film di sini, yaitu 'Ada Apa Dengan Cinta?' yang baru-baru ini, 'Rangga & Cinta'," tuturnya.

Sayangnya, meskipun pamor Kwitang sebagai pusat jual beli buku masih bertahan hingga dijadikan lokasi syuting Rangga & Cinta yang dirilis pada Februari 2025, saat ini kawasan tersebut sudah sangat sunyi dan sepi dari pengunjung.

Sementara itu, Samosir (52), seorang pedagang lain yang kini membuka lapak di Terminal Senen, juga menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan bahwa pada era 1990-an hingga awal 2000-an, kawasan Kwitang hingga Pasar Senen sangat ramai dikunjungi.

"Dulu, pedagang buku banyak berjualan di Kwitang dan di sini, letaknya berdekatan. Dulu, bus-bus banyak yang berhenti di sekitar sini. Dulu, mereka bisa berhenti di mana saja, tetapi kebanyakan di dekat persimpangan Kwitang atau di dekat pasar sini," terangnya.

Sayangnya, masa kejayaan sentra buku di Jakarta Pusat ini mulai memudar seiring dengan perkembangan pesat teknologi informasi, terutama media online dan platform *e-Commerce* di Indonesia.

"Pokoknya, keramaian mulai berkurang sejak munculnya toko online. Sekarang, orang mencari apa pun sudah bisa melalui online. Dulu, orang membeli buku dan koran, tetapi sekarang koran pun sudah beralih ke online," jelasnya.

Berdasarkan pengamatan Liputanku di lokasi, hingga sekitar pukul 12.30 WIB, kawasan sentra buku legendaris di Kwitang dan Senen ini masih sangat sepi pengunjung. Selama berada di lokasi, Liputanku tidak melihat adanya pengunjung yang sekadar melintas atau melihat-lihat koleksi buku yang ada.

Akibatnya, kawasan ini terasa sangat sunyi dan tidak ada percakapan sama sekali, bahkan antar pedagang. Semakin siang, hanya semakin banyak suara mesin kendaraan yang melintas di kedua kawasan lapak buku tersebut.

Pada akhirnya, sebagian besar penjual buku bekas di kedua lokasi ini hanya bisa terduduk sambil melihat layar ponsel mereka sembari menunggu kedatangan pengunjung. Mereka berada di tengah keramaian kota Jakarta, namun merasa sepi di antara tumpukan buku.