Jelang Idul Adha: Pedagang Kurban Mengeluh Sepi Pembeli?

Admin

11/06/2025

7
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Para pedagang hewan kurban mengeluhkan penurunan omzet menjelang Hari Raya Idul Adha yang akan tiba pada hari Jumat, 6 Juni 2025.

"Semakin sulit, Mas," ujar David membuka percakapan ketika ditanya mengenai usaha jual beli hewan kurbannya yang berlokasi di Kandang Aman Besodare, Pangadegan, Jakarta Selatan, pada hari Selasa (3/6/2025).

Namun, ia tak dapat memastikan apakah kesulitan penjualan hewan kurban tahun ini disebabkan oleh situasi ekonomi yang tengah tidak stabil atau faktor lainnya. Para

pelanggannya bahkan menurunkan kelas hewan kurban yang biasa mereka pesan. Bahkan, ada juga yang memilih untuk tidak membeli hewan kurban sama sekali tahun ini.

Selain penurunan omzet, kebijakan yang melarang penjualan hewan kurban di ruang terbuka juga menjadi hambatan. Ia menceritakan proses perizinan berjenjang yang harus dilalui untuk memperoleh legalitas.

"Meski sudah mengantongi izin, kami masih sering berurusan dengan Satpol PP," keluhnya.

David menjelaskan bahwa sejak dua tahun terakhir, penjualan hewan kurban harus dilakukan di tempat yang sesuai, baik di pasar hewan maupun di lahan pribadi yang tidak menggunakan fasilitas umum seperti trotoar.

Kini sulit menemukan hewan kurban yang berjejer di pinggir jalan, bahkan di gang-gang sempit. Apabila area tersebut merupakan wilayah pejalan kaki atau jalan umum, Satpol PP pasti akan menindak.

"Saya memasang spanduk untuk menunjukkan arah kandang kambing saya, tetapi tetap saja bisa kena tegur. Karena itu, saya benar-benar menempatkan spanduk di dalam area kandang dan tidak mengenai badan jalan atau trotoar," tegasnya sambil menunjukkan lokasi pemasangan spanduk.

David berharap pemerintah dapat memberikan solusi yang lebih bijak dan tidak hanya mengeluarkan aturan pelarangan. Menurutnya, berjualan hanya mengandalkan media sosial dan tanpa interaksi fisik langsung akan menyulitkan pemasaran hewan kurban.

"Kami berharap dapat mencari solusi bersama. Jika memang tidak diperbolehkan berjualan di pinggir jalan lagi, tidak masalah. Asalkan ada tempat yang difasilitasi untuk para calon pembeli di wilayah masing-masing. Misalnya, diterapkan jam operasional dengan membawa kambing terbaik, dan jika ada calon pembeli yang tertarik, baru diarahkan ke kandang besar. Menurut saya, itu akan lebih solutif," harap David.

Tim redaksi Liputanku kemudian menyusuri jalan-jalan utama dari kawasan Taman Mini di Jakarta Timur hingga Kalibata di Jakarta Selatan. Biasanya, menjelang puncak ibadah haji, para penjual hewan kurban sudah sangat ramai menghiasi pinggiran jalan-jalan utama.

Namun, pemandangan tersebut kini telah hilang. Satu-satunya penjual yang berjualan di pinggir jalan adalah lapak milik Bandi yang terletak di kawasan Kramat Jati. Tanpa adanya pesaing, belasan kambing dan domba berjejer tanpa atap.

Bandi mengaku bahwa dirinya adalah pedagang hewan kurban musiman. Maka, tak heran jika hewan kurban yang dipasarkannya tidak terlalu banyak dan dengan tempat yang sederhana.

"Biar sedikit, yang penting untung," ujarnya.

Bandi juga menuturkan bahwa penjualan tahun ini lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, ia mengaku belum ada satu ekor pun yang laku, padahal akhir pekan sudah tiba waktunya penyembelihan kurban.

Bandi merasa cukup beruntung karena memiliki lapak di pinggir jalan utama. Awalnya, ia mencari lokasi ke sana kemari, namun tak kunjung mendapatkan izin. Namun, karena mengenal ketua RT setempat dan tinggal tidak jauh dari lapaknya, ia pun diperbolehkan berjualan di tempat tersebut.

"Dulu berbeda, belum punya tempat jualan pun kami sudah berani menyetok hewan untuk dijual. Tinggal ditaruh saja di pinggir jalan. Sekarang tidak bisa, dilarang," keluhnya.

Bandi berharap agar dagangan hewannya yang tidak seberapa itu dapat terjual. Ia pun memastikan akan tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar agar hewan dagangannya tidak menimbulkan masalah bagi warga.

"Kebersihannya tetap saya awasi terus, walaupun memang ada saja keluhan. Tapi kan ini musiman, tidak selamanya berjualan di sini," katanya.

Pantauan Liputanku di lokasi menunjukkan bahwa dagangan dari David dan Bandi memang belum ramai pembeli. Warga yang lewat hanya melintas. Ketika ada yang datang, mereka hanya sekadar bertanya harga dan melihat-lihat lalu pergi.

Keduanya meyakini bahwa lokasi berjualan yang ketat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap lesunya tingkat penjualan.

Sementara itu, Ayu, seorang warga di Cilangkap, Jakarta Timur, juga mengamini fenomena 'hilangnya' para penjual hewan kurban di pinggir jalan. Pemandangan yang biasanya ramai di setiap lebaran Idul Adha kini hanya terlihat di sejumlah titik.

Menurutnya, itu pun tidak persis di pinggir jalan, melainkan agak masuk ke dalam dari jalan utama agar dapat melihat langsung hewan kurban.

"Iya, sekarang tidak seramai dulu kalau mau lihat jualan hewan kurban," ujarnya.

Meski begitu, ia tetap berniat melihat langsung hewan kurban yang dijual. Tujuannya adalah agar hewan yang dikurbankan benar-benar dalam kondisi sehat.

"Sebab, kalau online hanya melihat foto dan video, tidak tahu kondisi real-nya. Jadi, saya tetap ke lokasi untuk melihat langsung," jelasnya.

Pemerintah memang memiliki aturan khusus bagi pedagang, dan penanggung jawabnya adalah Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP).

Mengutip situs resmi KPKP Jakarta Barat, para penjual harus memasarkan hewan yang sehat dan sudah diperiksa oleh tim dari pemerintah provinsi. Tujuannya adalah agar tidak ada hewan sakit yang dikonsumsi pembeli untuk dikurbankan.

"Penjual harus memiliki surat rekomendasi dari Pemerintah Provinsi daerah asal untuk penjualan hewan kurban. Mereka dapat mengajukan rekomendasi kepada POV (Pejabat Otoritas Veteriner) di daerah asal. Selanjutnya, hewan diperiksa kesehatannya ke dokter hewan daerah setempat. Data hasil pemeriksaan dimasukkan ke dalam Isikhnas atau Integrasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional. Nantinya, pedagang akan mendapatkan SKKH (surat keterangan kesehatan hewan) terbaru," demikian tertulis di situs tersebut.

Mengonfirmasi hal tersebut, Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok, menegaskan pentingnya membeli hewan kurban di lokasi yang telah diperiksa oleh petugas.

Menurutnya, hewan kurban wajib diperiksa oleh dokter hewan agar terjamin kesehatannya dan untuk memastikan hewan yang dijual layak sesuai syariat dan ketentuan kesehatan. Ia memastikan tidak ada biaya apa pun ketika pedagang mengurus perizinan terkait.

"Setiap tempat penjualan yang sudah diperiksa akan diberi stiker khusus sebagai penanda," kata Hasudungan seperti dikutip dari situs resmi pemberitaan Pemprov Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.

Terkait lokasi penjualan, Hasudungan menjelaskan bahwa kambing membutuhkan minimal ruang seluas 1,5 meter per ekor, dan sapi membutuhkan dua meter per ekor.

"Hewan juga harus ditempatkan di lokasi teduh, tidak terpapar hujan dan panas langsung, serta diberi pakan dan air yang cukup,” jelasnya.

Ia pun melarang penjualan hewan kurban di tempat yang tidak semestinya, khususnya menggunakan fasilitas umum atau fasilitas sosial milik publik.

"Jual hewan kurban hanya di lokasi yang sudah ditentukan pemerintah. Jangan berjualan di trotoar, taman, atau fasilitas sosial dan umum lainnya,” tegasnya.

Kepala Satpol PP Jakarta, Satriadi Gunawan, menyatakan bahwa pihaknya akan terus menyisir setiap lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di ibu kota untuk menertibkan fasilitas publik dari para pedagang hewan kurban yang tidak berjualan di tempat yang semestinya.

"Kami lakukan penertiban dan kami ingatkan lagi kepada penjual kurban. Secara berjenjang, kami memiliki tingkatan di kelurahan dan di kota administrasi. Apabila ada keluhan dari masyarakat terkait dengan penggunaan fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk penjualan hewan kurban, biasanya koordinasi antara Lurah dan Camat akan melakukan peneguran karena memang tidak boleh mengganggu fasilitas umum," tutur Satriadi saat dihubungi melalui sambungan telepon pada hari Selasa (3/6/2025).

Satriadi menegaskan bahwa anggotanya hanya menegakkan aturan agar tidak ada penjual hewan kurban yang melanggar. Bukan bermaksud melarang, apalagi mematikan rezeki para pedagang.

Solusinya, mereka dapat berjualan di zona yang memang diperbolehkan, seperti menggunakan lahan pribadi atau tanah pribadi.

"Jadi, selama pedagang tidak menggunakan fasos dan fasum atau tidak menggunakan pedestrian jalan, melainkan masuk ke dalam lahan pribadi, tanah-tanah pribadi, silakan saja. Ini kan juga hanya musiman, sampai tanggal ini sudah diberikan kesempatan untuk bisa beribadah juga untuk menyediakan lahan yang penting tidak menggunakan fasilitas jalan. Jadi, saya mengimbau juga agar mereka menjaga kebersihan dan ketertiban," harap Satriadi.

Berdasarkan laporan yang diterima Satriadi, penertiban penjualan hewan kurban sempat terjadi di Kembangan Baru, Jakarta Barat, pada tanggal 26 Mei 2025. Ia menyatakan bahwa pihaknya memberikan teguran dan imbauan agar lapak segera dipindahkan sebab tempat yang digunakan pedagang adalah zona hijau.

"Kami membuat berita acara pemeriksaan (BAP), mengimbau kepada pedagang agar memindahkan lokasinya dan kembali memasang larangan menggunakan fasos dan fasum untuk berjualan," tandas Satriadi.