Laut Riau: Poros Logistik & Industri Masa Depan?

Admin

10/06/2025

4
Min Read

On This Post

Pengembangan ekonomi berbasis kelautan di Provinsi Riau kembali mencuat menjadi perhatian utama. Hal ini terjadi setelah adanya usulan ambisius terkait visi pembangunan daerah tersebut. Menurut pandangan pengamat kelautan, Marcellus Hakeng Jayawibawa, Riau menyimpan potensi besar yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

"Pengembangan kekuatan ekonomi Riau yang bertumpu pada sektor kelautan adalah sebuah peluang strategis yang belum sepenuhnya digarap. Sebagai salah satu provinsi dengan garis pantai terpanjang di Indonesia, ditambah kedekatan geografis dengan Selat Malaka, serta keberadaan wilayah pesisir yang luas, Riau memiliki modal dasar yang kuat untuk menjadikan laut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin (2/6/2025).

Beliau menambahkan bahwa sektor-sektor seperti perikanan, wisata bahari, industri perkapalan, dan transportasi laut menawarkan peluang ekspansi ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, visi gubernur terdahulu, yaitu Saleh Djasit, mengenai pembangunan Riau berbasis kelautan bukan sekadar progresif, melainkan juga visioner.

"Gagasan tersebut mengintegrasikan pelabuhan, kawasan industri, dan jalur distribusi dalam satu sistem logistik kelautan yang terpadu. Wilayah-wilayah pesisir seperti Dumai, Bengkalis, Siak, Pelalawan, dan Indragiri Hulu dirancang sebagai simpul-simpul ekonomi yang saling terhubung," jelasnya.

Saleh Djasit bekerja sama dengan konsultan asing dan perusahaan besar seperti Caltex Pacific Indonesia (CPI) untuk merancang perencanaan yang didasarkan pada data dan kajian ilmiah. "Tidak kurang dari satu juta dolar AS diinvestasikan untuk studi kelayakan. Hal ini menunjukkan keseriusan beliau dalam membangun fondasi ekonomi kelautan yang kokoh," terangnya.

Namun demikian, dinamika politik dan kelembagaan yang kurang kuat menyebabkan proyek ini terhenti setelah masa jabatannya berakhir. Menurutnya, tidak adanya policy legacy yang terstruktur menyebabkan proyek tersebut kehilangan kesinambungan. "Dalam kebijakan publik, hal ini disebut sebagai lemahnya institutional memory. Ketika kebijakan sangat bergantung pada tokoh, bukan sistem, maka keberlanjutan pembangunan menjadi rentan," tuturnya.

Beliau menambahkan bahwa kini, seiring dengan meningkatnya urgensi pembangunan infrastruktur dermaga di Buruk Bakul dan kawasan pesisir lainnya, warisan pemikiran tersebut selayaknya kembali mendapat perhatian. Dengan hadirnya kepala daerah yang baru, diharapkan akan lahir konsep yang dapat mengaktualisasikan Visi Riau 2020, bahkan ditingkatkan menjadi Riau Maritime Corridor – sebuah jaringan ekonomi kelautan yang mendukung ekonomi biru (blue economy), pelabuhan ramah lingkungan (green port development), dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

"Saya menaruh harapan besar pada sosok pemimpin baru di Provinsi Riau ini. Sosok anak muda dengan semangat serta pemikiran yang luar biasa. Karena dengan menjadikan laut sebagai medium utama distribusi, efisiensi logistik akan meningkat, biaya produksi menurun, dan daya saing produk lokal akan terangkat," tegas Hakeng. Ia menambahkan, Riau memiliki semua elemen untuk menjadi maritime logistics cluster yang tangguh dan mampu bersaing dengan kawasan industri di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Hakeng menambahkan, pembangunan infrastruktur pelabuhan di Riau harus mengikuti pendekatan Port Connectivity and Integrated Maritime Development. Pelabuhan strategis seperti Dumai, Tanjung Buton, Pelabuhan RAPP Futong, dan Kuala Enok perlu diintegrasikan dalam satu sistem ekosistem logistik kelautan. Menurut Capt. Marcellus Hakeng, sinergi lintas sektor, dukungan regulasi, dan perencanaan tata ruang yang berbasis kajian kelautan adalah kunci utama keberhasilan.

"Lebih dari itu, konektivitas maritim yang efisien akan memperkuat posisi Riau dalam rantai pasok nasional dan internasional. Hal ini akan menjadikannya simpul logistik utama di wilayah barat Indonesia," imbuh Hakeng.

"Ini adalah tentang membangun masa depan. Warisan ini perlu diwujudkan dalam proyek yang konkret dan terukur. Tidak ada waktu yang lebih tepat selain sekarang," sambungnya.

Hakeng mendorong agar pemerintah daerah, pemerintah pusat, sektor swasta, dan akademisi bersatu padu untuk membangun kembali fondasi kelautan Riau. Di era ketika dunia menyoroti potensi blue economy, inisiatif seperti Riau Maritime Corridor adalah jawaban nyata bagi transformasi ekonomi yang berkelanjutan.

"Laut adalah masa depan. Riau memiliki semua syarat untuk menjadi pusat kekuatan ekonomi berbasis kelautan. Yang dibutuhkan saat ini hanyalah kemauan politik dan komitmen kolektif untuk mewujudkan hal ini," ujarnya.

.