MasterV, Jakarta – Hardiyanto Kenneth, seorang anggota Fraksi PDIP DPRD Jakarta, menyatakan dukungannya terhadap wacana yang digulirkan oleh Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengenai peluang pengelolaan perparkiran di Jakarta oleh badan usaha milik daerah (BUMD).
Menurut pandangannya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta memiliki opsi untuk mendirikan perusahaan daerah yang khusus mengelola parkir. Namun, ia menekankan adanya catatan penting terkait transparansi dalam prosesnya.
“Pemprov harus menjamin bahwa BUMD parkir ini dikelola dengan prinsip transparansi, terutama saat menjalin kerja sama pengelolaan parkir dengan pihak ketiga. Skemanya adalah, kita membentuk BUMD parkir, kemudian lahan parkir yang ada di Jakarta kita lelang kepada pihak swasta. Tetapi, proses lelangnya harus benar-benar transparan, sesuai dengan aturan yang berlaku, dan bebas dari praktik kolusi dan nepotisme,” tegas Kenneth di gedung DPRD Jakarta.
Dalam perencanaan pembentukan BUMD parkir ini, Anggota Komisi C DPRD Jakarta ini menekankan pentingnya Pemprov untuk mengedepankan aspek keterbukaan dengan melakukan sosialisasi yang komprehensif kepada seluruh pemangku kepentingan.
Sebagai contoh, dapat diadakan focus group discussion (FGD) yang melibatkan tokoh masyarakat, organisasi masyarakat (ormas), serta para ahli di bidang terkait.
“Dengan adanya FGD, kita bisa mendapatkan berbagai masukan yang berharga. Masukan-masukan ini akan membantu kita dalam menentukan aturan yang tepat, termasuk terkait dengan penetapan tarif parkir. Jadi, sejak awal, kita sudah memiliki kejelasan mengenai tarif yang berlaku,” jelas Kenneth.
Kenneth meyakini bahwa pembentukan BUMD akan menjadi langkah yang lebih efektif dalam mengatasi permasalahan parkir liar yang masih marak di Jakarta.
Alasannya, potensi pendapatan dari retribusi parkir, baik on street maupun off street di Jakarta, jika dikelola secara optimal, dapat mencapai angka triliunan rupiah.
Ia menyoroti bahwa pengelolaan parkir yang dilakukan oleh Unit Pengelola Terpadu (UPT) Perparkiran Dinas Perhubungan Jakarta saat ini dinilai belum optimal dalam menarik retribusi. Buktinya, pendapatan yang berhasil diperoleh hanya sekitar Rp30 miliar per tahun.
“UPT Parkir ini kinerjanya kurang jelas. Ketika kita tanyakan mengenai cara kerja mereka, mereka terlihat gagap. Terkait angka-angka pun mereka bingung. Mereka tidak memahami apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan. Kita pun ikut bingung. Padahal, jika kita melihat potensi parkir di Jakarta, potensinya sangat luar biasa,” pungkasnya.