Mahasiswa Trisakti: Aksi di Balai Kota Tak Berniat Ricuh

Admin

07/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Ananta Aulia Althaaf (24), seorang mahasiswa Universitas Trisakti, menegaskan bahwa ia dan rekan-rekannya tidak memiliki maksud untuk menimbulkan kerusuhan dalam aksi demonstrasi memperingati reformasi di depan Balai Kota Jakarta, Rabu (21/5/2025).

“Mewakili seluruh teman-teman yang turut serta dalam aksi tersebut, kami sama sekali tidak memiliki niatan untuk memicu kericuhan,” ungkap Ananta saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (30/5/2025).

Ananta juga menyampaikan bahwa para mahasiswa tersebut tidak menginginkan permasalahan ini berlanjut hingga ke ranah hukum.

Oleh sebab itu, ia berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan aksi-aksi di masa mendatang, guna mencegah terjadinya keributan serupa.

“Kami akan terus menerus melakukan evaluasi mendalam terhadap apa yang telah terjadi. Kami berharap, kejadian ini menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga,” tuturnya.

Ananta sendiri adalah salah satu dari 16 mahasiswa Universitas Trisakti yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus kericuhan tersebut, walaupun kemudian penahanannya ditangguhkan.

Ia meyakini, pengalaman dirinya dan rekan-rekannya saat ditahan oleh Polda Metro Jaya akan menjadi pembelajaran yang sangat berharga agar lebih bijaksana dalam menyampaikan aspirasi.

“Baik itu aspirasi dari masyarakat maupun warga sipil yang merasa kurang mampu menyampaikan keresahan mereka terhadap kondisi nasional saat ini,” imbuh Ananta.

Ananta juga menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi.

“Saya juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya serta permohonan maaf kepada masyarakat apabila kejadian ini memberikan citra yang kurang baik terhadap sebuah pergerakan,” tambahnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, aksi demonstrasi memperingati reformasi yang berlangsung di depan Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (21/5/2025), berakhir dengan kericuhan.

Pihak kepolisian mengamankan 93 orang, dan tiga di antaranya dinyatakan positif menggunakan narkoba. Selain itu, tujuh anggota kepolisian mengalami luka-luka yang diduga diakibatkan oleh tindakan kekerasan dari massa.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa aksi tersebut awalnya direncanakan di depan pintu masuk Balai Kota. Namun, massa kemudian mendobrak pintu dan memaksa masuk ke area dalam kantor.

Ade Ary mengungkapkan bahwa beberapa peserta aksi mencoba menerobos masuk dengan menggunakan sepeda motor.

Sekitar pukul 16.40 WIB, saat petugas berupaya menghalau massa, terjadi insiden penghadangan terhadap kendaraan seorang pejabat negara. Tidak hanya itu, pejabat tersebut juga dipaksa untuk keluar dari mobil.

Pada saat itu, massa aksi disebut melakukan pemukulan terhadap petugas kepolisian.

"Akibatnya, tujuh personel Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya mengalami luka-luka (luka sobek, lecet) akibat pemukulan, gigitan terhadap aparat, serta tendangan yang dilakukan secara bersamaan kepada aparat," jelas Ade Ary.

Secara terpisah, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyampaikan bahwa unjuk rasa ini berkaitan erat dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998, yang hingga saat ini masih menyisakan tuntutan moral dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika Trisakti.

“Memang pada awalnya terdapat aspirasi dari mahasiswa Trisakti, termasuk untuk melakukan pertemuan dengan Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik),” ungkap Usman di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Penyampaian pendapat serta keinginan untuk bertemu dengan Kesbangpol merupakan bagian dari harapan yang telah lama diidamkan oleh mahasiswa dan keluarga korban, agar negara mengakui serta bertanggung jawab atas gugurnya para mahasiswa pada saat gerakan reformasi 1998.

“Sudah sejak lama sebagian dari aktivitas akademik Trisakti menaruh harapan agar ada semacam pengakuan dari negara atas gugurnya para mahasiswa di tahun 1998,” pungkas Usman Hamid.