Demo Ricuh, Mahasiswa Trisakti Minta Maaf: Penahanan Ditangguhkan

Admin

06/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Muhammad Ammar (21), seorang mahasiswa Universitas Trisakti, menyampaikan permohonan maaf setelah penangguhan penahanannya dikabulkan terkait kasus kericuhan dalam demonstrasi peringatan reformasi di depan Balai Kota Jakarta.

“Sebelumnya, saya beserta rekan-rekan ingin menyampaikan permintaan maaf atas kericuhan yang terjadi di Balai Kota saat unjuk rasa yang kami lakukan,” ungkap Ammar saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (30/5/2025).

Ammar juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada para alumni Universitas Trisakti atas bantuan yang telah diberikan sehingga penahanannya dapat ditangguhkan.

“Dukungan dari kampus juga sangat berarti, baik dukungan moral maupun materi selama kami berada di dalam,” tambahnya.

Selanjutnya, Ammar mengimbau kepada seluruh mahasiswa yang berkeinginan untuk berdemonstrasi agar senantiasa menjalankan aksi secara kondusif dan damai.

Ia pun menegaskan bahwa dirinya akan tetap turun ke jalan meski penangguhan penahanannya telah disetujui oleh Polda Metro Jaya.

“Tentu saja, selama apa yang kita perjuangkan jelas dan demi kepentingan bersama, kami akan terus turun ke jalan,” tegasnya.

Perlu diketahui, Ammar adalah mahasiswa Universitas Trisakti terakhir yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya, setelah sebelumnya sempat berstatus sebagai buronan.

Ammar berhasil diamankan di Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi pada Sabtu (24/5/2025) pukul 00.18 WIB.

Sebelumnya, 15 mahasiswa Universitas Trisakti lainnya yang telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka juga telah dibebaskan melalui penangguhan penahanan pada hari Selasa (27/5/2025).

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, demonstrasi peringatan reformasi yang berlangsung di depan Balai Kota DKI Jakarta pada hari Rabu (21/5/2025) berakhir dengan kericuhan.

Pihak kepolisian mengamankan 93 orang dan menyatakan bahwa tiga di antaranya positif menggunakan narkoba. Selain itu, tujuh anggota kepolisian mengalami luka-luka yang diduga disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan oleh massa.

Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, selaku Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa aksi tersebut awalnya direncanakan akan dilaksanakan di depan pintu masuk Balai Kota. Namun, massa kemudian mendobrak pintu dan memaksa masuk ke area dalam kantor.

Ade Ary menambahkan, beberapa peserta aksi bahkan mencoba menerobos masuk dengan menggunakan sepeda motor.

Sekitar pukul 16.40 WIB, ketika petugas berupaya menghalau massa, terjadi insiden penghadangan terhadap kendaraan yang ditumpangi oleh pejabat negara. Tidak hanya itu, pejabat tersebut juga dipaksa untuk keluar dari mobil.

Pada saat itu, massa aksi diduga melakukan pemukulan terhadap aparat kepolisian.

"Akibatnya, tujuh personel Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya mengalami luka-luka (luka sobek, lecet) akibat pemukulan, gigitan, serta tendangan yang dilakukan secara bersamaan terhadap aparat," jelas Ade Ary.

Secara terpisah, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyampaikan bahwa unjuk rasa ini berkaitan erat dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998, yang hingga saat ini masih menyisakan tuntutan moral dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika Trisakti.

“Memang awalnya ada aspirasi dari mahasiswa Trisakti, termasuk keinginan untuk bertemu dengan Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik)," ungkap Usman di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Penyampaian pendapat dan keinginan untuk bertemu dengan Kesbangpol tersebut merupakan bagian dari harapan lama mahasiswa dan keluarga korban agar negara mengakui serta bertanggung jawab atas gugurnya para mahasiswa pada saat gerakan reformasi 1998.

“Sebagian dari aktivitas akademik Trisakti memang sudah lama mengharapkan adanya semacam pengakuan dari negara atas gugurnya para mahasiswa di tahun 1998," pungkas Usman Hamid.