Menaker: Stop Kampanye Zero Accident! Ini Alasannya

Admin

12/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli baru-baru ini memberikan sorotan terhadap kampanye yang kerap digencarkan oleh berbagai perusahaan, yaitu penerapan konsep zero accident atau kondisi ideal di mana tempat kerja terbebas sepenuhnya dari insiden kecelakaan.

Menurut beliau, prinsip zero accident ini sebaiknya dihentikan penerapannya. Alasan yang dikemukakan adalah karena prinsip ini justru berpotensi merusak budaya pelaporan kejadian kecelakaan yang seharusnya dibangun di lingkungan kerja.

Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa evaluasi, dampaknya bisa sangat serius, yaitu memicu peningkatan jumlah kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan sebagaimana mestinya.

"Hentikan kampanye yang berkaitan dengan zero accident, karena hal itu justru merusak budaya pelaporan. Pendekatan yang lebih tepat adalah zero fatality, atau zero LTI (low time injury) masih bisa diterima. Namun, jika yang dibangun adalah zero accident, maka kita secara tidak langsung merusak reporting culture, dan juga menghambat learning culture," tegas Yassierli dalam acara Human Capital Summit 2025 di JCC, Senayan, Jakarta, pada hari Rabu (7/5/2025).

"Zero accident, jika dijadikan sebagai KPI (indikator kinerja utama), akan menyebabkan kepanikan dari atasan hingga tingkatan karyawan paling bawah ketika terjadi suatu kecelakaan. Akibatnya, karena melihat kepanikan dari atasannya, para karyawan cenderung tidak akan melaporkan kejadian kecelakaan apapun yang terjadi," jelasnya.

Pembiaran terhadap kondisi ini secara berkelanjutan justru dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kejadian fatality atau kecelakaan dengan dampak yang sangat fatal di kemudian hari.

Oleh karena itu, Yassierli mendorong adanya perubahan paradigma terkait keselamatan kerja. Keselamatan seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai tidak adanya kecelakaan di perusahaan, tetapi lebih luas lagi, yaitu keselamatan yang mencakup sistem, prosedur, dan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi serta mengelola potensi bahaya yang mungkin timbul.

"Yang perlu kita bangun adalah safety is the existence of capacity. Kapasitas inilah yang kita bangun dalam sistem yang kita miliki, sehingga kita benar-benar berada dalam kondisi yang aman atau safe," ujar Yassierli, menjelaskan lebih lanjut.

Beliau kemudian memberikan analogi sederhana, yaitu sebuah rumah yang tidak mengalami kejadian pencurian karena pencuri gagal untuk masuk ke dalam rumah tersebut.

Menurut Yassierli, kondisi ini sangat berbeda dengan rumah yang tidak mengalami pencurian karena pencuri sama sekali tidak tertarik untuk melihat rumah tersebut.

"Inilah perbedaan filosofi yang mendasar. Saya melihat adanya transformasi yang perlu kita lakukan bersama. Namun, ini masih sebatas mimpi, karena saat ini kami masih disibukkan dengan berbagai isu terkait human resource, dan ketenagakerjaan," ungkap Yassierli.

"Setiap tahun, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) selalu menghabiskan banyak waktu untuk membahas UMR, PHK, THR, dan isu-isu tersebut selalu menjadi prioritas utama. Manusia hanya dianggap sebagai resource, dan inilah masalahnya. Isu yang lebih sering dibicarakan adalah efisiensi, supervisi, transaksional, dan lain sebagainya," tambahnya.