Surplus Neraca Dagang RI Anjlok: Ini Biang Keroknya!

Admin

13/06/2025

3
Min Read

On This Post

Mendag Ungkap Biang Kerok Surplus Neraca Dagang RI Terendah dalam 60 Bulan

Menteri Perdagangan, Budi Santoso, baru-baru ini menyampaikan analisisnya terkait menyusutnya surplus neraca perdagangan barang Indonesia secara signifikan. Kondisi ini bahkan mencatatkan surplus terendah dalam kurun waktu 60 bulan terakhir.

Menurut beliau, penurunan ekspor menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi surplus neraca perdagangan. Penurunan ini dipicu oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) serta dampak dari periode libur Lebaran.

“Setelah kami melakukan peninjauan di beberapa negara, seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam, kami menganalisis bahwa awal April lalu masih dalam suasana libur Lebaran. Hal ini menyebabkan aktivitas ekspor mengalami penurunan. Faktor kedua adalah kebijakan dari pemerintahan Trump,” ujarnya di Kementerian Perdagangan, Rabu (4/6/2025).

Dampak kebijakan tarif Trump juga menjadi topik pembahasan dalam KTT ASEAN yang baru saja diselenggarakan. Budi menambahkan bahwa penurunan volume ekspor juga dirasakan oleh negara-negara anggota ASEAN lainnya.

“Kami berdiskusi dan menemukan bahwa dampaknya sangat signifikan bagi masing-masing negara. Banyak eksportir yang cenderung mengambil sikap menunggu. Ini tidak hanya berlaku untuk ekspor ke Amerika, tetapi juga untuk ekspor ke negara lain. Apalagi, saat ini belum ada kejelasan lebih lanjut. Kami masih menunggu penjadwalan negosiasi tahap kedua,” jelasnya.

Berkaitan dengan lonjakan impor, terutama dari Tiongkok, Budi menyatakan belum ada indikasi yang mengarah pada dampak kebijakan Trump yang menyebabkan negara tersebut mengalihkan ekspornya ke Indonesia. Budi menegaskan bahwa Tiongkok tetap menjadi mitra dagang utama dengan nilai ekspor Indonesia ke negara tersebut yang cukup tinggi.

“Perdagangan kita dengan Tiongkok memang sangat besar. Ekspor kita juga terbesar ke Tiongkok. Contohnya, tahun lalu ekspor kita mencapai US$ 60 miliar, sementara impor kita US$ 70 miliar. Terjadi defisit, tetapi sebelumnya kita sempat mencatatkan surplus US$ 2 miliar. Fluktuasi memang terjadi, namun belum ada indikasi peralihan ekspor seperti yang disebutkan,” terangnya.

Sebagai informasi tambahan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 hanya mencapai US$ 160 juta. Tekanan berasal dari lonjakan impor, khususnya di sektor nonmigas, yang tumbuh hampir 30% secara tahunan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa surplus perdagangan pada bulan April didukung oleh ekspor nonmigas senilai US$ 1,51 miliar, sementara neraca perdagangan migas mengalami defisit yang cukup dalam, mencapai US$ 1,35 miliar.

“Surplus ini masih didorong oleh ekspor bahan bakar mineral, minyak nabati, serta besi dan baja,” ungkapnya dalam konferensi pers Senin (2/6/2025).

Secara keseluruhan, ekspor pada April 2025 tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, meningkat 5,76% dibandingkan April 2024. Sementara itu, nilai impor pada April 2025 mencapai US$ 20,59 miliar, melonjak 21,84% dibandingkan April tahun lalu. Impor nonmigas mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 29,86% menjadi US$ 18,07 miliar, sedangkan impor migas justru mengalami penurunan sebesar 15,57% menjadi US$ 2,52 miliar.

Tiongkok masih menjadi negara asal impor nonmigas utama dengan kontribusi sebesar 39,48% terhadap total impor nonmigas Indonesia. Impor dari Tiongkok mencapai US$ 25,77 triliun, terutama mesin dan peralatan mekanis senilai US$ 5,81 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik senilai US$ 5,37 miliar, serta kendaraan sebesar US$ 1,41 miliar. Jepang dan Thailand menempati posisi kedua dan ketiga dengan impor masing-masing sebesar 7,72% dan 4,79%.