MasterV, Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyoroti pentingnya etika dalam berinteraksi di dunia maya. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah penggunaan buzzer sebagai alat untuk menyerang pihak lain di media sosial.
MasterV, Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti kembali mengingatkan akan tantangan keadaban di era digital. Sorotan utama tertuju pada praktik penggunaan buzzer yang seringkali dimanfaatkan sebagai senjata serangan di ranah media sosial.
“Kita menghadapi permasalahan serius terkait keadaban digital. Saat ini, muncul istilah baru yaitu buzzer. Bahkan, ada pula yang disebut buzzer RP, kurang lebih seperti itu,” ungkap Abdul Mu’ti di Semarang, Minggu (8/6/2025).
Menurut Mu’ti, pengerahan buzzer dapat diatur sesuai dengan anggaran yang tersedia. Mereka bergerak sistematis, layaknya sebuah mesin.
“Ternyata, ada tarif tertentu untuk menjadi seorang buzzer. Jika ingin mengerahkan 100 ribu buzzer, tentu ada biaya yang harus dikeluarkan. Dan hal ini bisa dioperasikan oleh sistem yang terkomputerisasi,” jelas Mu’ti.
Mu’ti menambahkan, penggunaan jasa buzzer menjadi opsi bagi mereka yang ingin meningkatkan popularitas atau bahkan menyerang pihak tertentu.
“Jadi, jika seseorang ingin menjadi terkenal, tinggal kerahkan buzzer. Atau, jika ingin menyerang seseorang, misalnya, menyerang Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, cukup gunakan buzzer saja, begitulah kira-kira,” kata Mu’ti.
Bahkan, Mu’ti mengungkapkan, ada individu yang merasa takut untuk membuka akun media sosial mereka karena khawatir menjadi sasaran serangan buzzer. Ia menekankan bahwa kurangnya adab digital merupakan masalah yang perlu ditangani serius.
“Kita sedang bergulat dengan masalah digital civility, atau keadaban digital. Seharusnya, kita menjunjung tinggi keadaban digital,” tutur Mendikdasmen.
“Namun, kenyataannya yang terjadi justru kebiadaban digital. Ini adalah isu yang sangat mendesak,” tegasnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan seorang ketua buzzer sebagai tersangka dalam kasus menghalangi penyidikan kasus korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, kasus korupsi tata niaga timah, serta kasus korupsi dalam kegiatan impor gula.
Tersangka diduga kuat dengan sengaja menghalangi atau menggagalkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan terkait kasus korupsi tersebut.
“Tim penyidik pada Jampidsus berkesimpulan bahwa telah ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang sebagai tersangka, yaitu MAM, yang menjabat sebagai Ketua Tim Cyber Army,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).
Menurut Harli, penyidik menemukan fakta bahwa terdapat kesepakatan jahat antara tersangka MAM, selaku Ketua Tim Cyber Army, dengan tersangka Marcella Santoso (MS), tersangka Junaidi Saibih (JS), dan tersangka Tian Bahtiar (TB) yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan Jak TV.
Kesepakatan tersebut bertujuan untuk menghalangi atau menggagalkan, secara langsung maupun tidak langsung, penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya, tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, serta perkara tindak pidana korupsi impor gula atas nama terdakwa Tom Lembong, baik dalam tahap penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan yang sedang berlangsung.
“Tersangka MAM dan Tersangka TB bersepakat dengan Tersangka MS dan Tersangka JS untuk menciptakan berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang bertujuan menyudutkan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara tersebut di tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Selanjutnya, konten tersebut dipublikasikan oleh Tersangka MAM dan Tersangka TB melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter,” jelasnya lebih lanjut.
Selain itu, MAM atas permintaan Marcella Santoso setuju untuk membentuk Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi Tim Musafa 1, Musafa 2, Musafa 3, Musafa 4, dan Musafa 5, yang terdiri dari sekitar 150 orang buzzer.
Mereka merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer dengan imbalan sekitar Rp1,5 juta per orang untuk memberikan respons dan komentar negatif terhadap berita dan konten yang dibuat oleh tersangka Tian Bahtiar terkait penanganan perkara tersebut, baik selama penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan yang sedang berjalan.
“Tersangka MAM memperoleh dana sebesar Rp697.500.000 dari tersangka MS melalui IK, yang merupakan Bagian Keuangan Kantor Hukum AALF, serta tambahan Rp167.000.000 yang diberikan oleh tersangka MS melalui RKY sebagai kurir di Kantor Hukum AALF. Sehingga, total dana yang diterima oleh tersangka MAM dari tersangka MS mencapai Rp864.500.000,” ungkapnya.
Atas tindakan tersebut, tersangka MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terhadap tersangka MAM dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-31./F.2/Fd.2/05/2025 Tanggal 7 Mei 2025 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” tegas Harli.
Sumber: Merdeka.com