MasterV, Jeddah – Menteri Agama, Bapak Nasaruddin Umar, memberikan tanggapannya terkait perbedaan pandangan yang muncul mengenai penyembelihan dam oleh para jemaah haji Indonesia. Beliau menegaskan bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Agama, tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan fatwa yang menentukan boleh atau tidaknya penyembelihan kambing dam di wilayah Indonesia.
"Kementerian Agama tidak berhak membuat fatwa, namun dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya," ungkap beliau dalam konferensi pers di Jakarta menjelang keberangkatan rombongan Amirul Hajj ke Arab Saudi pada hari Kamis, 29 Mei 2025.
Menteri Agama menjelaskan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan berbagai negara mengenai praktik penyembelihan hewan dam di negara masing-masing. Beliau menyampaikan bahwa pihak Arab Saudi menginformasikan bahwa beberapa negara melaksanakan penyembelihan dam di negara asal mereka. Oleh karena itu, keputusan akhir diserahkan kepada Indonesia.
Beliau juga menambahkan bahwa telah berdiskusi dengan Majelis Fatwa Mesir, yang menyatakan bahwa mereka tidak melakukan penyembelihan hewan dam. Akan tetapi, mereka menekankan bahwa setiap negara memiliki pertimbangan tersendiri dan tidak terikat untuk mengikuti negara lain. Indonesia memiliki potensi untuk menetapkan aturan yang berbeda karena kondisi objektif yang berbeda pula.
"Mengingat hal ini berkaitan dengan masalah fikih, pemerintah tidak berwenang menetapkan fatwa. Lembaga yang berwenang memberikan fatwa adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu, kami telah mengirimkan surat kepada MUI, menanyakan apakah dimungkinkan untuk melakukan penyembelihan hewan dam, kambing, di Indonesia?" jelas Menag.
Kementerian Agama sedang mempertimbangkan manfaat yang mungkin timbul dari penyembelihan hewan dam di Indonesia. Salah satu manfaat utamanya adalah memberikan dampak positif bagi perekonomian peternak kambing di Indonesia. Selain itu, dagingnya dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
"Dan juga, insya Allah, dapat dipastikan tidak akan ada manipulasi, seperti yang mungkin terjadi di sana. Kabarnya, dan ini masih perlu kami buktikan, terdapat ketidaksesuaian antara jumlah yang seharusnya dibeli dengan yang disetorkan oleh jemaah, karena di sana kita tidak langsung membeli kambingnya, dan kita tidak melihat langsung proses penyembelihannya," terang Menag.
Untuk menghindari potensi masalah tersebut, pemerintah mengusulkan agar jemaah haji Indonesia dapat menyembelih dam di Indonesia, bukan di Makkah. "Ini mungkin bisa disebut sebagai illat (sifat yang menjadi landasan hukum), namun illat itu sendiri memiliki kriteria tertentu dalam hukum fikih," lanjutnya.
Namun, hal tersebut memerlukan pertimbangan dari aspek hukum fikih, yang kemudian diajukan kepada MUI. MUI memberikan tanggapan atas pertanyaan tersebut melalui surat balasan. "Kemarin kami menerima jawaban dari Majelis Ulama yang menyatakan bahwa selama illat-nya belum terpenuhi, maka penyembelihan di Indonesia belum dimungkinkan. Secara logika, penyembelihan masih harus dilakukan di Makkah," kata Menag.
Meskipun demikian, jawaban dari surat MUI tersebut bukanlah keputusan yang bersifat mutlak. Menurut Menag, terdapat sejumlah ulama yang menyetujui praktik penyembelihan dam di Indonesia dengan pertimbangan yang serupa dengan Kementerian Agama.
"Terdapat Majelis Muhammadiyah, Persis, serta sejumlah ulama NU yang juga memperbolehkan penyembelihan hewan dam di Indonesia," ujarnya.
Oleh karena itu, beliau menyerahkan keputusan akhir mengenai penyembelihan dam jemaah haji Indonesia kepada masing-masing jemaah haji. "Mereka memiliki hak asasi untuk berpendapat bahwa di negara lain, dan sebagian ulama serta ormas Islam, memperbolehkan penyembelihan di Indonesia. Keputusan kami serahkan kepada individu," tegas Menag.
Pada tahun ini, pemerintah mengumumkan dua cara pembayaran resmi, yaitu melalui program Adahi dan BAZNAS. Muchlis menjelaskan bahwa Adahi adalah program resmi yang memfasilitasi penyembelihan hewan dam dan kurban di Tanah Suci berdasarkan aturan dalam Taklimatul Hajj 1446 Hijriyah dan surat dari Deputi Hubungan Internasional Kementerian Haji Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi menegaskan bahwa pelaksanaan penyembelihan hewan dam dan kurban di Tanah Suci hanya dapat dilakukan melalui program Adahi.
Ketua PPIH Arab Saudi, Bapak Muchlis M Hanafi, menyatakan bahwa jemaah haji reguler, baik mandiri maupun melalui KBIHU, wajib didata oleh ketua kloter. Data tersebut kemudian dilaporkan kepada ketua sektor untuk difasilitasi teknis pembayaran ke proyek Adahi oleh PPIH Arab Saudi.
Sementara itu, jemaah haji khusus dikoordinasi oleh masing-masing PIHK, dan data jemaah yang akan melaksanakan penyembelihan melalui proyek Adahi dilaporkan kepada Kabid Pengawasan PIHK di Daerah Kerja Makkah. Berdasarkan informasi dari situs Adahi, harga seekor kambing untuk dam/hadyu ditetapkan sebesar 720 SAR atau sekitar Rp3,1 juta.
"Batas akhir pengumpulan data adalah pada hari Jumat, 30 Mei 2025, pukul 15.00 WAS," jelasnya.
Sementara itu, BAZNAS memperpanjang waktu pembayaran dam hingga tanggal 13 Dzulhijjah 1446 Hijriyah. Jemaah haji diminta untuk melakukan pembayaran melalui BAZNAS di Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan nomor rekening 5005115180. Jumlah yang harus dibayarkan sama dengan besaran dam yang dibayarkan oleh petugas haji Indonesia, yaitu Rp2,520 juta.
Pembayaran dam merupakan konsekuensi bagi jemaah haji Indonesia yang sebagian besar melaksanakan haji tamattu’. Namun, dam juga dikenakan pada jemaah haji qiran.