MK: Sekolah Swasta SD-SMP Wajib Gratis!

Admin

29/05/2025

3
Min Read

On This Post

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan penting dengan mengabulkan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Putusan MK ini memerintahkan agar pemerintah menyediakan pendidikan gratis selama sembilan tahun wajib belajar, termasuk di sekolah-sekolah swasta.

Gugatan dengan nomor registrasi 3/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama dengan tiga pemohon individu, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sementara Riris adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS). Pembacaan putusan ini berlangsung dalam sidang yang digelar di gedung MK pada hari Selasa, 27 Mei 2025.

"Mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh para Pemohon. Menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai bahwa 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," tegas Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan.

Dengan putusan ini, MK memperjelas bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menjamin keberlangsungan program wajib belajar minimal pada tingkat pendidikan dasar tanpa adanya pungutan biaya. Ketentuan ini berlaku sama, baik bagi satuan pendidikan dasar yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti bahwa frasa 'wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya' dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas, yang sebelumnya hanya berlaku untuk sekolah negeri, berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Menurut Enny, hal ini dapat menyebabkan keterbatasan daya tampung di sekolah negeri, sehingga memaksa sebagian peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah swasta.

"Sebagai contoh, pada tahun ajaran 2023/2024, daya tampung sekolah negeri di tingkat SD hanya mencukupi untuk 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sementara sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ungkap Enny.

MK berpendapat bahwa negara tetap memikul tanggung jawab konstitusional untuk memastikan setiap peserta didik tidak terhalang dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena kendala ekonomi atau keterbatasan fasilitas pendidikan dasar. Oleh karena itu, Enny menambahkan, frasa "tanpa memungut biaya" berpotensi menciptakan perlakuan yang berbeda bagi peserta didik yang tidak tertampung di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.

"Sehingga muncul fakta yang tidak selaras dengan amanat UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 31 ayat (2), karena norma konstitusi tersebut tidak memberikan batasan atau limitasi mengenai jenis pendidikan dasar mana yang wajib dibiayai oleh negara. Norma konstitusi tersebut mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar agar setiap warga negara dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengikuti pendidikan dasar. Dalam konteks ini, Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus diinterpretasikan sebagai pendidikan dasar, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta)," jelas Enny.

Simak Video 'Sekolah Rakyat, Apakah Mengucilkan Siswa Miskin?':

.